Selasa, 05 Agustus 2014

Kekasih Sesaat

“Put, Ficky minta nomor kamu!” tiba-tiba Nisa mengirimkan sebuah pesan singkat kepadaku. Aku yang sedang merasa kelelahan karena seharian bermain di pantai langsung berubah menjadi kegirangan seperti orang yang kali pertama jatuh cinta.

            “Seriusan nis? Kok bisa?” Balasku dengan menyimpan segala kegembiraan yang ada saat itu.

            “Iya put, tadi dia bilang sendiri ke aku kalau dia minta nomor kamu” Balas Nisa dengan cepat.

Muhammad Ficky Putra, seseorang yang telah lama aku kagumi sejak kali pertama aku duduk di kelas 2 SMK. Mungkin rasa kagum ku ini bisa dibilang cinta yang bersemi di Masjid sekolah. Setiap kali melihatnya berada di masjid sekolah untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, aku merasa ada yang aneh di hatiku. Senyumnya begitu manis dan tingkahnya begitu lembut. Melihat kedekatannya kepada Allah, membuat ku kagum. Ya, aku menyukainya.

Mendengar kabar seperti itu, rasanya aku ingin cepat-cepat saja untuk meninggalkan pulau kecil yang indah ini. Aku ingin cepat-cepat kembali kerumah dan kembali menjalankan aktivitasku di sekolah.

Hari pun sudah mulai larut. Hanya ada sinar rembulan yang menerangi angkasa. Cuaca kala itu sangat mendung. Suhu udarapun sangat dingin. Tetapi tidak mengalahkan hatiku yang sedang mengobarkan api cinta.

           “Tuhkan, mulai deh gilanya. Pasti lagi ada sesuatu yang w.o.w. Lo kenapa sih put? Tumben banget seneng, biasanya juga galau. Eh..” Celetuk Fara yang ternyata sedari tadi memerhatikanku.

            “Pengen cerita sih, tapi nanti aja deh kalo udah pasti hehehe” Balasku mencoba menutupi.

            “Yeh dasar, okedeh miss galau” Balasnya dengan mimik muka yang ngeledek.

***

Matahari mulai menampakan dirinya, sinarnya begitu menyorot ke arah penginapan yang aku tempati. Jam sudah menunjukan pukul 9, bertanda kami harus bergegas meninggalkan tempat penginapan itu dan pergi menuju ke dermaga. Suasana di dermaga saat itu sangatlah ramai. Bisa jadi kami adalah penumpang terakhir yang sedari tadi ditunggu-tunggu oleh para anak buah kapal. Kami mengambil posisi duduk paling belakang. Dimana ombak sangat terasa jika seseorang menduduki tempat itu.

Awalnya, aku dan teman-temanku sangat menikmati gelombang ombak saat itu. Tetapi lama-kelamaan kami merasakan sesuatu yang membuat perut kami merasa mual. Satu-persatu kami meninggalkan posisi duduk tersebut, dan mencoba untuk tiduran di dalam kapal. Aku mengambil posisi paling nyaman, dimana banyak tumpukan tas disana. Aku tertidur sangat terlelap dan baru terbangun saat sudah ingin sampai di pelabuhan Muara Angke. Satu jam perjalanan kami dari pelabuhan Muara Angke menuju Taman Makan Pahlawan Kalibata. Sesampainya disana, aku langsung pamit dengan teman-temanku juga kepada para Even Organizer dan langsung menaiki mobil yang menuju kerumahku.

***

Suasana di sekolah saat itu sangatlah ramai, para siswa kelas 10 dan 11 sibuk berlalu-lalang mencari guru bidang untuk meminta remedial. Dari sekian banyaknya siswa yang sedang berlalu-lalang, ku lihat Ficky yang sedang berjalan ditengah-tengah kerumunan temannya. Aku terhentak kaget, aku menjadi salah tingkah dan langsung memasuki kelas karena malu jika ia melihatku yang sedang dalam wajah acak-acakan seperti ini.

“Nis, dari kemarin kok aku belum menerima pesan singkat darinya, ya” Ucapku menghampiri Nisa yang sedang berada didepan ruang guru.

“Baru banget tadi aku kasih nomor kamu, nanti deh aku suruh dia sms. Tunggu  aja ya, put” Balas Nisa sambil menepuk pundakku.

Tiba-tiba Ical datang menghampiri kami. Ia membahas tentang program kerja angkatan kami; Sahur On The Road. Kami berbincang ringan disana. Aku mengambil kertas nilai kelas Nisa yang sedang ia pegang. Aku mencari nama Muhammad Ficky Putra, dan Well... aku mendapatkannya. Kulihat disana, ia mendapatkan urutan rangking 23 dari 36 siswa. Lalu, aku berikan kertas itu kembali kepada Nisa, dan melanjutkan perbincangan kami.

Sebagian siswa jurusan akuntansi berlari-larian menuju kelasku, dengan spontan aku mengikutinya karena rasa ingin tahu. Dan ternyata, mereka sedang ingin menonton film dikelas. Sungguh menyebalkan. Berlama-lama didalam kelas membuatku bosan, aku keluar kelas dan berjalan menuju koridor kelas 11 Akuntansi 3. Aku mendekati Dina dan Umara yang sedang asik memainkan gadget­-nya. Tiba-tiba handphone-ku berbunyi dan ada satu pesan singkat dari nomor yang tidak ku kenal.

“Hai. –Ficky”

Ternyata pesan dari dia yang secara tiba-tiba membunyikan handphone-ku. Hatiku gemetar, jantungku berdetak begitu kencang, seperti ada suatu aliran energi yang tak biasa dari dalam tubuhku. Setelah melihat pesan itu, aku langsung teriak kencang yang membuat siswa dan siswi yang berada di sekitarku merasa terkejut melihat tingkahku yang seperti itu. Tanpa basa-basi, aku langsung membalas pesan singkat darinya.

***

Satu hari sudah perkenalanku dengannya. Hari ini adalah hari dimana setiap siswa merasa takut akan omelan orang tua mereka, takut akan berita buruk yang disampaikan oleh para walikelas kepada orang tua mereka, dan takut untuk menerima kenyataan buruk yang disampaikan secara privasi oleh guru Bimbingan Konseling; Hari Pengambilan Laporan Belajar Siswa Semester Genap. Hari yang di tunggu-tunggu para siswa akan meningkatnya tingkatan belajar kami. Dan para walikelas pun menyatakan siswa di sekolah kami, naik 100%. Tak terhitunglah berapa banyak ucapan rasa syukur yang dikeluarkan dari bibir kami. Ditengah-tengah sorakan kegembiraan kelasku, tiba-tiba handphone-ku bergetar dan terpampang jelas nama M. Ficky Putra di layar handphone-ku, ku buka pesan singkat itu yang berisi ajakannya untuk menemuiku disamping toilet siswa, tepatnya di halamann depan dapur sekolah. Saat aku ingin menghampirinya, temanku –Ana memanggilku untuk mengikuti pengarahan Praktek Kerja Industri untuk bulan Juli oleh Kepala Jurusanku di aula sekolah. Buru-buru aku mengabarinya kalau saat ini aku tidak bisa menghampirinya, dan dia memutuskan untuk menemuiku setelah  aku menerima pengarahan. Hatiku merasa tenang akan pengertiannya kepadaku. Setelah pengarahan itu selesai, aku langsung menemuinya dan saat bertemu dengannya aku sa-ngat gu-gup, susah bagi bibirku untuk mengeluarkan kata-kata. Ia memulai pembicaraan dan mulutku terbata-bata bicara dengannya. Hampir sekitar 15 menit aku berbincang dengannya. Aku menghampiri ibuku yang sejak tadi menungguku di pos sekolah, dan kami langsung jalan menuju tempat tinggal kami yang terletak tak jauh dari sekolah.

“Maaf ya fik kalau tadi aku hanya sedikit berbicara, aku gugup” Jemariku bergerak melantunkan apa yang ada dipikiran dan hatiku saat itu dan mengirim pesan itu ke Ficky.

“Iya nggak apa-apa kok” singkatnya.

“Okey, sudah sampai rumah fik?” Balasku mencoba sabar.

Tak ada balasan sedikitpun darinya. Aku langsung terdiam, tubuhku lemas, pikiranku campur aduk. Aku menyesal telah menemuinya dan bertindak memalukan seperti tadi. Seandainya sikapku tadi tidak memalukan pasti ia tak akan seperti ini. Aku bodoh, sangat bodoh. Aku hanya seorang gadis cupu yang mengharapkan cinta dari lelaki tampan seperti dia. Seketika aku menyerah.

When you love someone
Just be brave to say
That you want him to be with you

Handphone-ku berdering, bertanda ada telpon darinya. Seketika aku diam, tak menyangka jika itu adalah panggilan darinya. Buru-buru aku mengangkat telpon darinya. Dia mengucapkan maaf kepadaku karena baru memberinya kabar, dia berkata kalau dia baru saja pulang dari tempat ia melaksanakan Prakerin. Hampir satu jam aku menghabiskan waktu dengannya lewat genggaman telepon. Aku merasa sangat senang. Tak biasanya seseorang yang baru ku kenal langsung dengan tegasnya meneleponku karena ia takut kehilangan. Jiwaku diajak terbang melayang dengan dirinya.

***

            Aku merasakan ada rotasi dihatiku yang berputar begitu kencang. Semenjak kedirannya, aku merasa hidupku menjadi lebih berwarna. Menjadi lebih terang karena ada satu cahaya yang memancarkan cahayanya begitu kuat. Satu hari dari beberapa perkenalan kami, ia tak memberiku kabar. Saat senja datang, tiba-tiba handphone-ku bergetar dan ada pesan darinya, ia meminta maaf kepadaku karena baru memberiku kabar karena saat itu ia sedang sakit, ia kekurangan cairan ditubuhnya dan luka yang ada dikakinya gara-gara futsal belum kunjung sembuh. Aku sangat cemas. Aku khawatir akan dirinya. Aku mencoba memberinya beberapa cara agar dia sembuh, tetapi tak ada satupun yang berhasil. Tubuhku lemas seolah merasakan kesakitan dengan apa yang sedang ia rasakan. Tak letih aku mengingatkannya untuk minum obat dan beribadah untuk meminta kepada Tuhan agar menyembuhkan penyakitnya. Ku temani hari-harinya selama ia sakit, aku mencoba menghibur dirinya agar tidak terlalu memikirkan penyakitnya.

            Jemariku bergerak mengarahkan kursor handphone ke icon BBM, ku lihat Recent Update kala itu, ku lihat Display Picture temanku –Ical yang sedang berbuka puasa bersama dengan teman-temannya, aku perhatikan satu-persatu dan kudapati wajah Ficky berada disana. Aku sempat merasa kecewa dengannya, ternyata ia sudah  bermain dengan teman-temannya padahal aku sudah menasihatinya untuk tidak keluar malam demi kesehatan tubuhnya. Tetapi aku sadar, siapa aku dan apa hak ku akan dirinya. Yang perlu harus aku mengerti dan menebalkan kata itu bahwa Aku Hanya Teman, tak ada yang lebih dari aku dengan dirinya.

            Jam sudah menunjukan pukul 11:15 ia menghubungiku dan seperti biasa kami saling berbagi cerita dan canda. Ditengah candaan kami tiba-tiba ia menyatakan cintanya kepadaku, ia menginginkanku sebagai kekasihnya. Aku langsung terdiam, tak menyangka bahwa ia memiliki rasa kepadaku. Aku bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Aku memang menyukainya dan setelah lama dekat dengannya aku mulai menyayanginya, tetapi aku belum merasa yakin dengan ucapannya tadi, aku mencoba mengingat perkataan teman-temanku kalau dia sering mengobral kata sayang dan cinta kepada perempuan. Aku mecoba megalihkan pembicaraannya.

Sempat aku menutup pintu hatiku
Ku biarkan tertimbun luka masa lalu
Lalu kau datang membukanya
Memberi kebahagiaan di setiap jengkalnya

***

            Terhitung dua belas hari perkenalan dan kedekatanku dengan Ficky. Dan terhitung sudah satu hari pernyataan cintanya aku gantung. Sekitar pukul 4 sore, saat senja mulai datang, tiba-tiba ia menelponku. Ficky bertanya tentang jawabanku akan ucapannya kemarin. Aku berpikir dan terus berpikir hingga aku menemui titik terang disana. Aku menerimanya. Tanggal 7 Juli aku mengubah status lajangku menjadi berpacaran, kini aku adalah ‘kekasih Ficky’.

            Hari demi hari ku jalani dengan dirinya, yang super cuek tapi sangat perhatian. Hari-hariku selama Prakerin ditemani dengan dirinya, begitupun sebaliknya. Setiap hari ketika sedang Prakerin, aku sudah terbiasa dengan ketidakhadiran dirinya, aku mengerti kalau dirinya sangat sibuk disana dan sangat berbeda denganku yang sangat santai. Aku isi waktu kosongku dengan membaca kitab suciku. Tak lupa aku mengingatkan Ficky setiap waktu sholat tiba.

            Awal dihari ini membuatku merasa bosan, teman Prakerin yang satu ruangan denganku satu-persatu izin meninggalkan tempat itu karena ada kepentingan lain yang memang harus diselesaikan. Aku sendiri di ruangan itu. Aku mencoba mengirim pesan singkat kepada Ficky tetapi Ficky membalasnya lewat handphone temannya karena battery-nya saat itu melemah. Saat itu Ficky sangat perhatian denganku, tak biasanya ia bersikap seperti itu. Satu hal yang menurutku paling ‘tumben’ dari seorang Ficky adalah ia menawarkan dirinya untuk menjemputku seusai Prakerinku dihari itu. Tak berpikir panjang aku pun langsung menerima tawarannya. Karena letak tempat Prakerinku di daerah yang dipenuhi dengan penjagaan polisi –Kuningan, maka Ficky yang masih belum memiliki stnk akan menjemput dan menungguku di halte Busway Mampang Prapatan. Sesampainya disana, aku diajak untuk main kerumahnya karena sedang ada teman-temannya disana. Sesampainya disana, aku saling berbagi kasih dengan dirinya, aku dipeluk mesra dan dicium oleh dirinya. Aku benar-benar merasa kalau aku lah pemilik hatinya, aku lah belahan jiwanya, dan aku lah satu-satunya perempuan baginya. Rasa kekecewaan yang sempat aku rasakan seolah hilang begitu saja terhapus oleh rasa sayang yang aku punya untuknya. Dan dia berhasil membuatku melupakan masa laluku yang sangat pahit. Aku benar-benar menyayanginya.

            “Jangan tinggalin aku ya, fik” Ucapku saat ia sedang memeluk erat tubuhku.

        “Iya, aku nggak akan tinggalin kamu sayang” Jawabnya lembut, hatiku sangat tersentuh dengan ucapannya yang baru saja ia ucapkan kepadaku.

            Saat diperjalanan pulang menuju rumahku, ditengah perjalanan aku melupakan satu hal, handphone-ku tertinggal dirumahnya. Aku lihat raut wajahnya yang kesal karena sikapku yang seperti itu. Dengan segala kekuatan yang ada didalam hatiku, aku mencoba sabar dengan gerutuannya. Sesampainya dirumahku, ia langsung pamit untuk pulang.

Terima kasih sayang untuk hari ini
Kamu benar-benar membuat hariku ini menjadi memiliki warna yang indah
Cahaya yang tak pernah redup
Dan kasih sayang yang tak pernah lupa kau berikan kepadaku
Aku menyayangimu, selalu.
Hati-hati dijalan, sayang.

            Hari telah berganti, matahari telah memancarkan cahaya baruya yang agak meredup. Cuaca hari ini sangat mendung, tetapi tak ada setitik air pun yang terjatuh dari langit. Hariku berjalan seperti biasa. Ficky baru akan mengabariku setelah ia selesai Prakerin. Aku tunggu pesan darinya, dan belum ada satupun pesan darinya. Jam sudah menunjukan pukul 6 sore dan ia baru memberiku kabar. Ia selalu menanyakan tentang handphone-ku yang tertinggal dirumahnya, semakin ia menanyakan semakin aku merasa sebagai beban untuknya. Untuk mengantarkan kerumahku pun dia memikir panjang, aku merasa seperti tak ada pengorbanannya untukku, akhirnya aku pun mengambil kerumahnya bersama adiku –Cica. Banyak sekali pertanyaan dididalam diriku yang ingin ku tanyakan kepada dirinya, banyak sekali isi hatiku yang selalu ku pendam yang ingin aku sampaikan kepadanya, tetapi saat bertemu dengannya seolah lilih yang cair terkena api, hatiku luluh dengan sendirinya. Ia berpesan untuk mengabarinya jika aku sudah sampai dirumah. Dan ketika aku sampai, aku pun langsung mengabarinnya. Saat sedang memainkan handphone-ku ternyata Ficky belum mengeluarkan akunnya di salah satu media social yang ada di handphone-ku. Dengan rasa penasaran, aku mecoba melihat kotak masuknya dan banyak sekali perempuan yang ia mintai nomor telponnya. Sungguh hatiku sakit saat itu seperti ada tusukan benda tajam yang begitu dalam dihatiku. Tubuhku terhentak dan napasku tak lagi leluasa. Dan lagi-lagi aku mencoba untuk sabar, aku berusaha tegar, aku tidak ingin aku melakukan hal bodoh yang dapat merusak hubunganku dengannya. Aku memilih memendam dengan segala kesakitan yang ada dihatiku.

Kamis/17 Juli. Pukul: 06.10
     Selamat pagi sayang. Semoga harimu indah ya:*
             
Pukul: 12.03
     Jangan lupa sholat zuhur ya sayang :*

              Pukul: 15.15
     Jangan lupa sholat ashar sayang :*

              Pukul: 17.57
     Selamat berbuka puasa sayang. Semoga puasa hari ini berkah, ya. Jangan lupa sholat maghrib :*

              Pukul: 20.45
     Hai sayang, sholat tarawihnya sudah selesai belum? :’)

              Pukul: 23.37
     Selamat malam ya, sayang. Dari terakhir kita telponan aku nunggu kabar kamu, tapi kamu belum ngabarin juga. Sekarang aku sudah mulai ngantuk, aku tidur duluan ya sayang :*

Dan hari itu, Ficky samasekali tidak memberiku kabar. Aku pun mencoba sabar, tak ingin membuat pikiran negatif yang baru. Pukul 21.17 aku mencoba untuk menghubunginya, sudah empat kali panggilanku tidak dijawab, dan yang ke lima kali ia baru mengangkat panggilanku. Aku pun langsung menanyakan kabarnya, banyak sekali pertanyaan akan rasa khawatir kepada dirinya yang aku tanyakan kepadanya, sesekali aku menanyakan tentang perasaan dia kepadaku, tetapi ia menjawabnya dengan emosi. Ia seperti tidak mempedulikanku lagi, aku merasa seperti sedang ada perempuan lain yang hadir dihatinya. Walau sebenarnya aku sudah mengetahui bahwa ia sedang mencoba mendekati perempuan lain, tetapi aku tetap ingin bertanya dengannya karena aku ingin tahu, jawaban seperti apa yang dia berikan kepadaku. Setiap aku tanyakan tentang hal itu, selalu saja ia membentakku dan mengalihkan pembicaraan. Dan hatiku pun tetap mencoba untuk memahami.

***

            Hari-hariku mulai terasa sepi, tak ada lagi sapaannya disetiap pagi yang mampu memasokan energiku, tak ada lagi emot titik dua bintang yang selalu ia selipkan di akhir pesan singkatnya, tak ada lagi pesan khawatirnya saat aku sedang dijalan, dan tak ada lagi dia dengan sikapnya yang dulu, yang masih lembut dan hangat kepadaku. Yang ada kini hanya pesan-pesan lama yang masih kusimpan, seringkali aku membaca ulang pesannya yang dulu-dulu membuatku tertawa akan kekonyolannya. Terkadang ketika sedang mengingatnya, air mata ini tak kuat lagi terbendung yang akhirnya bulir demi bulir air mataku terjatuh membasahi pipi. Tetapi aku mencoba kuat, berusaha untuk tetap mempertahankan hubungan ini walau hanya aku yang berjuang karena aku percaya tak ada perjuangan yang tidak menghasilkan sesuatu.      

            Keesokan harinya, tepat pada malam sabtu dimana sekolahku mengadakan Sahur On The Road. Tanpa kenal lelah, tak ada habisnya aku mencoba menghubungi Ficky yang hari itu samasekali tidak memberiku kabar. Berkali-kali aku mencoba menghubunginya dan tak ada satupun yang dijawab olehnya. Aku biarkan beberapa menit lalu kembali aku hubungi dirinya dan Well... akhirnya dia mengangkat telponku. Aku bertanya tentang kabarnya hari ini, aku bertanya tentang keputusannya untuk mengikuti acara yang sedang dijalankan oleh sekolah kami malam itu. Aku mencoba memaksanya, memberikannya kata-kata melas dari bibirku, dan akhirnya dia mau mengikuti acara tersebut. Jam berputar semakin cepat dan tak ada tanda-tanda Ficky datang. Aku menghubunginya lagi dan lagi. Acara sudah semakin dekat untuk dimulai, bahkan tinggal hitungan detik tapi Ficky tak kunjung menampakan dirinya didepanku. Dengan berat hati akhirnya aku berpasangan dengan alumni veteran yang pernah bersekolah di sekolahku satu tahun diatasku. Tak letih aku terus menghubungi Ficky yang sejak tadi tidak merespon panggilanku. Entah panggilan keberapa yang ku hubungkan ke dia tapi tetap tidak ia angkat. Sekali ia mengirimkan pesan singkat kepadaku.

            “Kenapa?”

Dan saat aku mencoba menghubunginya, tidak ada jawaban lagi. Saat sedang diperjalanan aku melihat seseorang mengenakan jaket yang biasa dipakai oleh Ficky, aku meminta alumni yang memboncengiku untuk mendahului motor yang ditumpangi oleh orang tersebut. Dan ternyata itu benarlah Ficky, dia mencoba menutupi wajahnya dengan helm. Sungguh hatiku kecewa saat itu, hatiku sakit melihat sikapnya yang seperti itu. Segera aku menghampirinya yang sedang berhenti di pom bensin, aku bertanya mengapa sikapnya menjadi seperti ini kepadaku dan dia membentakku lagi. Malam yang seharusnya menjadi malam yang indah bagi para pasangan tetapi tidak untuk aku, aku dirundung kesedihan, kesakitan, dan rasa kecewa. Sesekali rombongan kami berhenti untuk beristirahat di pinggir jalan, dan waktu itu aku sempatkan untuk mencoba menghampiri Ficky. Sebelum menghampirinya aku meminta temanku –Nisa untuk memberitahukan Ficky bahwa aku ingin berbicara dengannya.

            “Yaelah, mau ngapain sih? Nanti aja, nis. Disini ramai, malu.” Ucap Ficky kepada Nisa yang sempat terdengar olehku.

Segitu tidak berharganyakah aku untuk kamu? Perempuan yang selalu menutupi sakitnya hanya karena dirimu, merelakan tubuhnya merasa kesakitan hanya karena dirmu, dan inikah jawaban yang aku terima? Aku hanya ingin berbicara denganmu, meluruskan hubungan kita yang sedang berantakan seperti ini. Apakah aku salah? Ataukah kamu malu jika ada orang lain yang tahu bahwa aku adalah kekasihmu? Bukankah semua orang sudah tahu jika kita merupakan pasangan? –Ucapku dalam batin berusaha untuk kuat.

            Para panitia bergegas membagikan makanan kepada peserta Sahur On The Road sekolahku. Tak ada sedikitpun nafsuku untuk makan. Aku hanya meneteskan air mata, mengeluh, dan melamum. Aku tidak mengerti mengapa ini bisa terjadi. Aku berpikir dan terus beripikir, mencoba mengintropeksi diriku mencari apa yang salah dari diriku. Para panitia memberitahukan kepada peserta untuk segera bergegas meninggalkan tempat dan kembali menuju sekolah. Dengan segala kekuatan yang aku punya, cepat-cepat aku menghampiri Ficky yang saat itu posisi duduknya tidak jauh dariku.

            “Kamu kenapa sama aku fik?” Aku mencoba memulai pembicaraan.

           “Nggak kenapa-kenapa kok, sudahlah nanti sms aja, jangan seperti ftv gini deh” Balas Ficky ketus.

            “Yaampun Ficky, aku cuma ingin tahu kenapa kamu kayak gini ke aku” Balasku memelas.

            “Sudahlah nanti aja” Jawabnya

        “Yaudah Fik, nanti pulang aku bareng kamu, ya. Aku mau bareng kamu Fik. Aku mau menghabiskan malam bareng kamu Ficky...” Ucapku dengan nada yang sangat melemah yang menyimpan beribu tumpukan air dimata dan hatiku, belum selesai aku berbicara ia langsung meninggalkanku begitu saja.

            Kembali ku hampiri teman-temanku yang sedang bernarsis ria didepan kamera. Aku termenung dan terdiam.

            “Yaampun, put. Kok Ficky seperti itu sih sama kamu? Sabar, ya, put.” –Ucap Ana.

        “Padahal tadi aku udah berbicara dengan Ficky untuk pulang bareng kamu, tapi tanggapannya acuh tak acuh, put. Sabar ya put, sabar.” –Ucap Dwi sambil mengeluskan pundakku.
            
          “Sudahlah, put. Kan aku sudah pernah bilang, jangan langsung memberi hati sama dia. Dia itu selalu mengobral kata sayang” –Ucap Sri yang dari awal selalu mengingatkanku.

            Acara Sahur On The Road sekolahku pun telah selesai. Peserta satu-perstu meninggalkan sekolah. Buru-buru aku pulang menuju rumah untuk menenagkan diriku yang saat itu benar-benar sedang rapuh.

Sabtu/19 Juli. Pukul: 06.57
     Sayang?

              Pukul: 07.12
     Sayang? Kamu kenapa sih?

              Pukul: 07.25
     Sayang? Kamu marah sama aku?

              Pukul: 07.33
     Sayang? Sekarang aku nggak ngerti lagi gimana perasaan kamu dan gimana hubungan kita. Aku bingung harus gimana. Setiap kali aku mencoba bicara sama kamu, kamu selalu mengabaikan pembicaraan aku. Aku mau kita kayak dulu lagi. Aku nggak mau diam-diaman seperti ini. Beberapa hari ini kamu selalu nggak ada kabar. Setiap hari aku nungguin kabar kamu hingga larut malam, tapi nggak pernah ada kabar dari kamu. Dan saat ketemu tadi kamu malah mengabaikan aku gitu aja seolah aku nggak pernah ada. Aku kangen kamu dan kita yang dulu Ficky:(:(:( 

Tak ada satupun balasan pesan darinya. Hatiku semakin hancur. Aku sangat menyayanginya. Aku tak ingin berpisah dengan dirinya. Sesakit apapun itu, aku akan terus mempertahankan hubunganku dengannya. Sampai akhirnya aku lelah untuk terus menunggu balasan darinya, aku tertidur dengan membawa segala bayang-bayang dirinya.

Sabtu/19 Juli. Pukul: 10.19
     Udahin aja yaa, aku lagi males pacaran.

            Kata-kata itu, membuatku semakin terpuruk. Kata-kata yang begitu singkat dan jelas, ya, jelas menyakitiku. Tak kuasa aku menahan air mataku, satu-persatu buliran air mataku mengalir membasahi pipiku. Aku masih belum bisa menerima kenyataan ini. Aku belum siap dengan perpisahan ini. Ficky memutuskan hubungan kami secara satu pihak. Hati ini lelah untuk terus berjuang. Lelah untuk terus tersenyum dalam tangis. Butiran air mata yang selalu membasahi pipiku selalu ku sembunyikan dengan beribu alasan supaya tak ada seorang pun yang tau sakit yang kurasakan. Aku hanya bisa memendam perasaan itu. Kukumpulkan setumpuk rasa sakit itu tanpa seorang pun yang mengetahuinya. Dan yang lebih menyakitkan, kini ia telah memiliki kekasih. Entah apa arti dari kalimatnya yang terakhir ia ucapkan. Aku mencoba untuk tidak mengerti.

Untukmu yang kini pergi meninggalkanku...

Kehadiranmu bagaikan pelangi dihudupku
Memberikan segala warnanya yang indah
Kau berikan segala cahayamu bagaikan sumber tata surya di bumi ini
Sempat ku tutup rapat-rapat pintu hatiku
Tetapi tiba-tiba kau datang memberi segala kebahagiaan
Yang membuatku melupakan segala masa laluku yang kelam

Namun,
Kini ruang dihatimu semakin sempit untukku
Karena ku tahu kau sedang berusaha memasuki nama perempuan lain dihatimu
Dan dari situlah aku mengerti
Bahwa yang harus kulakukan hanyalah merelakan
Membiarkan semuanya mengalir begitu saja

Tenang sayang,
Tak akan ada lagi pesan dari perempuan yang selalu kau kesali perbuatannya
Tak akan ada lagi perempuan yang selalu menghubungimu untuk ibadah
Dan tak akan ada lagi
Aku yang selalu  membuatmu merasa malu

Suatu saat nanti kau akan menyadari
Hanya cintaku lah yang paling bersabar
Menurut tanpa menuntut
Selalu mengalah dan tak kenal lelah


Selamat tinggal, sayang.

Oleh: @egharhiyanti

Sabtu, 02 Agustus 2014

Pelangi Tak Berwarna



H
ujan, dimana setiap orang merasakan kesunyiannya. Putri yang sedang menikmati gemericik hujan serta diselimuti dinginnya kala itu membuat ia semakin memikirkan perintah ayahnya untuk memilih Sekolah Menengah Kejuruan; SMK, sebagai lanjutan tingkat sekolahnya.
 Memilih jurusan akuntansi sebagai bidang keahliannya merupakan hal yang sangat dipertimbangkan olehnya, demi seorang ayah yang sangat menginginkan anaknya sebagai seorang akuntan. Jurusan akuntansi itu tidak mudah, harus teliti, jujur, dan bertanggungjawab. Etika seorang akuntan pun berbanding terbalik dengan sifat gadis ini. Gadis kecil yang satu ini merupakan seseorang yang sangat ceroboh, sering mengabaikan hal yang menurutnya tidak penting, dan tidak pernah mau untuk berkenalan duluan dengan seseorang yang belum ia kenal. Dia lebih suka diajak kenalan daripada ia yang mengajak. Sifat ini sangat kental dengannya karena ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Tetapi dibalik itu semua, tersimpan bakat melukis yang melekat didirinya.
Seringkali Putri membuat kegaduhan seisi rumah karena kemanjaannya yang membuat seluruh kakaknya merasa iri dengannya. Ibu dari empat bersaudara ini telah lama meninggal, sejak Putri baru dilahirkan didunia ini ibunya mempertaruhkan nyawanya demi sang kecil dapat hidup didunia ini. Itulah yang menyebabkan kakak pertamanya-Elin- sangat membencinya. Tapi Putri tidak pernah mengetahui kalau ibunya telah meninggal hanya karena untuk dirinya dapat hidup di dunia ini. Dia hanya tahu ibunya meninggal karena sakit. Tidak ada yang memberitahunya, semuanya mencoba untuk menutupinya.
            Hari pertama Masa Orientasi Siswa dimulai, diawali dengan upacara apel pagi yang membuat setiap siswa yang berada dilapangan itu merasakan pusing, panas, bosan, dan kesal dengan seluruh teguran kakak kelas. Tiba-tiba Putri yang sedang mengikuti alurnya upacara terjatuh pingsan dan tak sadarkan diri. Suara keberisikan yang begitu mencengangkan di dalam UKS membuatnya terbangun dan mulai sadar. Disampingnya ia lihat ada seorang lelaki yang sama sekali tidak ia kenal. Bertubuh tinggi, putih, memiliki rambut agak spike, beralis tebal, dan hidung yang mancung. Lelaki itu tersenyum saat melihat putri sadar, lalu menyodorkan tangannya dan memberikan segelas teh hangat kepadanya.
           “Ini, diminum dulu supaya badan kamu enakan” lelaki itu memulai pembicaraan
           “Iya makasih” putri yang masih setengah sadar menanggapi pembicaraannya.
          “Oke, sama-sama. Lain kali kalau kamu tidak kuat langsung bilang saja ke OSIS jangan menyusahkan seperti ini.” Balasnya ketus.
Hey, apa-apaaan ini dijawab baik-baik malah dibalas jutek  seperti itu, bisiknya kesal dalam hati Putri. Upacara APEL pagi telah selesai dan keadaan Putri yang mulai membaik sehingga ia harus meninggalkan UKS dan kembali ke kelasnya. Tiba-tiba dikelasnya, datanglah seorang kakak kelas yang tadi memberikan segelas teh hangat kepadanya di UKS. Putri merasa kesal dengan kedatangannya. Walaupun terlihat hampir sempurna di setiap mata wanita, tetapi berbeda dengan anggapan Putri, dia masih seorang lelaki yang menyebalkan yang pernah ia temui pertama kali di sekolah ini.
“Kakak kelas itu ganteng banget ya, eksis lagi. Wihhh idaman banget ya” Gumam seorang teman yang duduk disebelah bangku Putri sambil tersenyum-senyum.
“Tapi sikapnya tidak sebaik wajahnya. Kelihatannya sih baik, coba aja kamu ajak bicara, pasti sangat menyebalkan.” Balas ku.
“Loh? Kamu ini kenapa? Lelaki setampan dia tidak mungkin seperti itu. Tuh, lihat saja rambutnya keatas gitu. Kece banget sumpah” Lanjut Cika teman sebangku putri yang entah kenapa ia sangat mengagumi lelaki yang menurut Putri sangat menyebalkan itu.

***
Bel pulang sekolah telah berbunyi dan menandakan jam pelajaran terakhir telah selesai dan siswa diharapkan agar kembali kerumahnya masing-masing. Tetapi berbeda dengan para peserta MOS mereka masih harus menjalani upacara apel yang sangat menguji kesabaran setiap siswa yang berada di lapangan. Seluruh OSIS begitu seenaknya memberikan wejangan yang menurut Putri sangatlah basi. Semua orang juga tau kali kalau yang muda itu harus menghormati yang lebih tua, tapi kalo yang tua terlalu gila hormat nggak wajar juga. Batin putri pun menggerutu kesal. Teriknya panas matahari kala itu sangat mendukung kakak kelas untuk menghukum peserta MOS. Putri semakin kesal, raut wajah yang ditekuk dan bercucuran oleh keringat sangat menandakan bahwa ia sudah terlalu lelah untuk terus berdiri di bawah sinar matahari langsung.
         “Engga haus apa tuh kakak kelas ngomong mulu. Udah tau panas, capek, engga ngerti  keadaan banget sih.” Seorang lelaki berketurunan arab berbicara dengan nada kesal.
 “Iya tuh, ngeselin banget ya” Lanjut Putri yang tiba-tiba spontan melanjutkan pembicaraannya.
 “Hey kamu, sehati banget ya kita. Kenalan boleh? Aku Faiz dari kelas 10-3” Lelaki itu menengok dan mencoba berdiri mendekati Putri.
 “Ih apaan sih, SKSD banget kamu!” Jawab Putri yang sedari tadi badmood karena ocehan kakak kelasnya di UKS tadi.
 “Oh gitu nih? Jangan jutek gitu jadi cewek. Nanti semua cowok takut lho yang mau deketin kamu” balasnya merayu.
 “Kamu tuh ya, baru pertama ketemu aku aja udah ngeselin banget. Udah nilai-nilai aku  segala lagi!” jawabnya ketus.
***
         “Kakak kelas yang di UKS tadi ganteng juga ya, baik banget lagi udah kasih aku minuman, tetapi lelaki arab tadi ganteng juga ya, senyumnya manis banget...” Batin putri sambil senyum-senyum sendirian mengagumi lelaki tampan tersebut.
“Ettts, ngapain kamu senyum-senyum sendirian? Cieee, udah dapet gebetan ya di sekolah barunya?” Ledek Cindy kakak kedua Putri.
“Ih, apaan sih kakak. Nggak banget ya senyum-senyum gara-gara siswa di sekolah itu. Sampai kapanpun aku nggak akan pernah srek masuk sekolah itu!” jawab Putri mengelak.
           “Loh kenapa? Kan kamu sendiri yang menentukan masuk situ...”
         “Hey kalian ini, sudah malam masih saja ribut. Putri sana kamu masuk ke kamar besok masih harus sekolah, Cindy juga sana cepat ke kamar besok kan kamu juga harus masuk untuk mengospek adik-adik kelasmu” celetuk ayahnya yang daritadi terlihat pusing mendengar perselisihan kakak beradik ini.
***
Masa Orientasi Siswa telah berakhir, siswa baru di sekolah itu merasakan kemerdekaan karena telah selesai berhadapan dengan kakak kelas yang sangat menjengkelkan. Berbeda dengan putri, ia merasa seperti ada sesuatu yang hilang. Kakak kelas yang telah menolongnya saat ia di UKS, tidak terlihat sama sekali. Mencari-cari tanpa bertanya dengan siapapun, dan hasilnya nihil. Ia sama sekali tidak menemukan lelaki itu.  
“Hey, aku boleh duduk sebangku denganmu?” Seorang anak perempuan dengan rambut sebahu tiba-tiba menepuk pundaknya dan bertanya.
            “Hmm, iya boleh silahkan” Putri merasa bingung karena yang menepuk pundaknya bukan seseorang yang ia harapkan.
      Pelajaran pertama dimulai, dan putri masih saja memikirkan kakak kelas yang telah berhasil membuatnya selalu memikirkan sosoknya.
            “Hey nama kamu siapa? Dari sekolah mana?” tanya seseorang yang duduk sebangku dengannya.
            “Nama aku Putri dari SMP Cendrawasih, nama kamu sendiri ?” Balas Putri.
            “Aku Citra dari SMP Harapan 1” Jawabnya dengan wajah senangnya.
Setelah lama berbincang tentang perkenalan dua siswi yang duduk sebangku ini. Tiba-tiba putri terkejut melihat kearah jendela dan ada seorang lelaki yang telah dinantinya sejak tadi, sedang berjalan melewati di depan kelasnya. Dia adalah lelaki yang telah ia tunggu saat mos berakhir.
 “Loh, loh. Kamu kenapa? Kok melihatnya segitunya? Cieee kamu suka yaa?” Celoteh citra meledeknya.
            “Ih engga, aku seneng aja kalau lihat dia,  hehe..” jawab Putri sambil tersenyum malu.
            “Kamu bisa aja ngelesnya, aku bisa lihat kali dari gerak-gerik matamu kalau sedang lihat dia. Ciee...” Citra meledek Putri dan tertawa.
Putri tersenyum sendiri, sekejap terdiam, dan tak bisa mengelak dengan ledekan Citra teman sebangkunya. Ya, Citra benar, tanpa Putri sadari ternyata ia menyukainya, diam-diam ia mencintainya. Semakin hari Putri semakin bahagia akan sosok yang membuatnya jatuh cinta, ia semakin semangat untuk pergi ke sekolah. Kakak kelas itu  menjadi sumber energi Putri untuk berangkat ke sekolah. Setiap melihatnya, hati Putri selalu berdebar begitu kencang, salah tingkah, dan entah apa yang  ia rasakan saat berada tepat disampingnya. Seperti sedang menaiki jetcoster yang melambung tinggi, dan  ketika sampai puncaknya tak berharap untuk turun.
            “Hey, kamu masuk kelas 10 berapa?” Tanya seorang lelaki bertubuh tinggi putih yang telah lama Putri nantikan kedatangan dirinya, ia berdiri disamping Putri saat di perpustakaan.
              “Hmm kelas 10 Akuntansi 2 kak” Jawab Putri gugup.
            “Oh, anak akuntansi juga? Kenalin nama aku Vino dari kelas 12 Akuntansi 1, nama kamu siapa?” Lelaki itupun tersenyum sambil mengulurkan tangannya ke arah Putri.
            “Nama aku Putri, kak.. ” Jawabnya semakin gugup. Berada disamping lelaki itu membuat Putri salah tingkah.
          “Nggak usah gerogi gitu kali put, biasa aja. Keliatannya daritadi gugup banget ngomong sama aku, hehe” Balas Vino yang sambil meletakan buku bacaannya ke lemari buku.
Perbincangan mereka berlangsung lama, memakan waktu selama istirahat kedua berlangsung. Mereka saling bertukar cerita, perbincangan mereka terlihat sangat asik seperti sudah lama berkenalan padahal belum satu jam perkenalan mereka berlangsung. Berbagi canda dan tawa, di selang pembicaraan mereka tiba-tiba Vino meminta nomor telepon dan pin BBM Putri, dan Putri memberinya karena merasa tidak enak hati. Sebenarnya yang seperti ini lah yang sangat tidak disukai Putri dari seorang lelaki; baru kenal langsung menanyakan nomor telepon dan pin BBM.  

***
Bel pun berbunyi tanda istirahat telah selesai, Putri dan Vino berjalan bersama menuju kelasnya masing-masing. Berhubung Putri dan Vino satu jurusan, jadi kelas mereka berdua tidak berjarak terlalu jauh. Saat sedang berjalan tiba-tiba ada seorang kakak kelas perempuan yang memerhatikan langkah Putri dari jauh begitu sinis. Seperti ada suatu hal yang aneh, Putri pun sedikit menjaga jaraknya dengan Vino.
            “Hmm udah sampai nih dikelas kamu, masuk gih sebelum guru bidang studi dateng. Aku balik ke kelas dulu, ya.” Ucap Vino sambil mengusapkan rambut Putri.
            “Iya kak, makasih ya udah di anter sampai sini” Jawab Putri sambil tersenyum malu dan agak salah tingkah dengan sikap Vino .
Selama pelajaran berlangsung, Putri selalu senyum-senyum sendiri seperti orang yang baru merasakan jatuh cinta. Ya tuhan, apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? awalnya aku membencinya tetapi mengapa hati ini selalu menyuarakan akan dirinya. Hati ini selalu merindukannya saat kami tak sedang berdekatan. Ya tuhan, tolong jaga hati dan perasaan ini. – Ucap Putri dalam hati.
“Put, besok malam kamu ada acara nggak?” tiba-tiba nama ‘Kak Vino’ terpampang jelas di layar kaca handphone Putri menandakan ada pesan masuk darinya.
“Hmm liat besok ya kak. Aku izin ayah dulu.” Balas Putri
“Oke kalau gitu, kabarin ya.” Balas seorang lelaki diujung telepon sana.
“Ini anak daritadi senyam senyum sendiri, kamu kenapa sih put? Lagi jatuh cinta nih aku rasa” Tanya Citra dengan nada yang penasaran.
“Apasih Cit, nggak kok. Aku seneng aja tadi bisa berduaan sama kak Vino hehe” Jawab Putri tersimpul malu.
“Demi apa?!!! Kok lo bisa berduaan sama kak Vino? Duh, hati-hati Put, dia itu kan mantannya kak Silvia, kakak kelas yang super duper nyeremin itu Iho...” Ucap Citra dengan nada kaget, dan panik seperti orang yang ketakutan.
“Tuh kan Put, dibilang apa. Mending sama aku aja sini, udah jelas kan. Nggak akan ada yang nyaingin kamu di hati aku put...” celetuk Faiz merayu dibelakang Putri.
“Ih apaan sih kamu nyambung aja. Jangan harap ya aku mau sama orang modus kayak kamu!” Jawab Putri ketus.

***

    Kriiing... Bel sekolah telah berbunyi, menandakan jam pelajaran telah berakhir. Putri bergegas membereskan seisi tasnya dan langsung keluar kelas hanya ingin melihat seorang kakak kelas yang membuatnya menjadi seperti orang yg dirundung cinta. Putri berjalan disepanjang koridor jurusan akuntasi. Tetapi tanda-tanda dari Vino pun tidak ada. Ketika melewati kelas 12 akuntansi 3, Putri melihat Vino yang sedang asik bermesraan dengan kakak kelas yang saat istirahat tadi memerhatikan Putri dengan begitu sinis; Silvia.
    
                    Ya tuhan, aku harap ini bukan kenyataan.

Putri berjalan kearah loby dengan langkah tanpa semangat, senyuman di bibir Putri hilang begitu saja seakan ada angin yang dengan cepatnya merubah senyuman gadis ini, dan wajahnya terlihat murung. Tiba-tiba ada seseorang yang berlari dan menuju ke arah Putri.

 “Hey put, keliatannya lemes banget. Kamu kenapa?” Tanya Vino peduli, sambil menepuk pundak Putri.

“Nggak kenapa-kenapa kok, kak. Masih kebawa pusing aja sama pelajaran akuntansi tadi, hehe...” Jawabnya dengan menyimpan segala rasa sakit dihatinya karena cemburu melihat Vino bersama Silvia kakak kelasnya.

  “Ya ampun, dikirain kenapa. Akuntansi mah nggak usah dibawa pusing, put. Yang penting paham” Balas Vino agak sedikit meledek Putri sambil tertawa kecil.

“Hmm iya, kak” Jawab Putri dengan nada acuh tak acuh.

“Bete banget sih keliatannya. Mau pulang bareng nggak?” Tanya Vino sambil memberi tawaran untuk pulang bareng kepada Putri.

 “Nggak usah kak, makasih. Nanti pacarnya marah lagi.” Jawab Putri sambil tersenyum sinis kepada Vino.

 “Loh, mana pacar sih, put? Perasaan semua sama aja deh, semua perempuan yang deket sama aku cuma sebatas teman , haha.”  Ledek Vino sambil merayu Putri.

 “Iya deh percaya sama kakak” Jawab Putri terlihat mengabaikan pembicaraan ini.

 “Hmm yaudah mau bareng nggak nih?” Tanya Vino meyakini Putri.

 “Aku nunggu jemputan aja, kak. Lain kali aja, ya. Makasih tawarannya” Jawab Putri tak semangat seakan mengabaikan perbincangan ini dan langsung meninggalkan Vino begitu saja.

“Hmm okey, sama-sama...” Balas Vino yang terkejut melihat Putri yang menurutnya bersikap tidak seperti biasanya.

***
Baru saja aku merasakan cinta pada pandangan pertama. Merasakan api yang berkobar begitu hebatnya saat sedang bersamanya. Tetapi tiba-tiba ku rasakan kecemburuan yang tak kalah hebatnya. Melihatnya bermesraan dengan wanita lain. Bukan hak ku memang, tetapi apakah ia tidak bisa menjaga sedikit saja perasaan ku. Cerita, canda, dan tawa yang tadi ia bagikan bersamaku, aku merasa seolah dia memiliki rasa kepadaku. Bodoh, mungkin hanya aku saja yang ke ge’eran. Lelaki semacam dia pasti tak ada yang serius dengan masalah cinta. Aku nggak boleh terlalu berharap.

           “Gimana tadi di sekolah , nak? Menyenangkan bukan memiliki banyak teman baru?” Tanya ayah Putri yang tiba-tiba mendekati putri bungsunya ini yang sedari tadi melamun di teras belakang sambil meratapi rintik-rintik hujan kala itu.
            “Tidak, ayah... Sepertinya aku mulai merasa nggak betah di sekolah itu. Jiwa ku seperti tak menyatu dengan sekolah itu. Aku ingin pindah aja, yah.” Jawab Putri sambil membenarkan posisi duduknya.
          “Loh, kenapa? Bukannya seminggu ini kamu semangat banget untuk berangkat ke sekolah?” ayahnya berbalik tanya heran dengan alis yang dinaikan .
          “Dia itu lagi ngerasain jatuh cinta yah, makanya semangat banget buat sekolah. Kalau dia minta pindah, berarti dia lagi ngerasain pahitnya cinta. Sudahlah yah, anak kayak gitu mah mudah di tebak sikapnya” Celetuk Elin; kakak pertama Putri.
          “Sudahlah, Elin, jangan seperti itu pada adiknya.” Balas ayahnya membujuk seakan membuat percikan api kecil yang di lontarkan Elin padam agar tidak terjadi ke gaduhan antara kakak beradik yang tidak pernah akur ini.
         Putri langsung meninggalkan ayah dan kakak pertamanya itu. Berjalannya waktu Putri merasa panas dan tidak betah dengan situasi rumah yang semakin hari semakin jauh dari dirinya. Tak ada seorang pun yang mengerti dirinya. Keluarganya terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Sehingga membuat Putri selalu memendam apa yang dia rasakan.
***
Cause all of me, loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections

           Tiba-tiba handphone Putri berdering dan terpampang jelas nama ‘Kak Vino’ di layar handphone-nya. Buru-buru Putri mempercepat langkahnya menuju kamarnya dan mengunci rapat-rapat.

            “Hallo, put. Lagi apa?” Sapa  Vino mengawali pembicaraan.

            “Hey kak. Lagi duduk aja nih, ada apa ya, kok tumben telpon aku?” Jawab Putri.

            “Hmm lupa ya? gimana untuk malam ini? Boleh keluar nggak sama ayah?” Vino kembali bertanya, mengingatkan ajakannya siang tadi kepada Putri.

            “Maaf, kak, kayaknya nggak bisa deh. Lagi ada masalah dirumah. Maaf, ya.” Jawab Putri menolak ajakannya sambil menutupi keadaan keluarganya.

            “Masalah apa emangnya? Mungkin dengan jalan nanti kamu bisa lebih fresh. Sayang lho wajah cantiknya dibaluti kemurungan terus gitu” Vino berusaha merayu Putri.

            “Hmm liat nanti deh, kak.” Putri mulai bingung.

        “Yasudah kalo nanti berubah pikiran kabarin aku, ya. Bye...” Jawab Vino dengan beribu harapan dihatinya agar Putri berubah pikiran dan mau jalan dengannya.

            “Oke, kak. Bye.” Balas Putri dan langsung memutuskan sambungan teleponnya.

            Matahari mulai meredupkan cahayanya. Bulir-bulir air hujan semakin deras berjatuhan ke muka bumi ini. Suasana dirumah Putri semakin sunyi. Satu persatu, kakak-kakaknya pergi meninggalkan rumah dengan membawa segala kesibukan mereka. Begitu pula dengan Ayah-nya, seringkali ia meninggalkan rumah hanya karena ada meetting dadakan dengan client-nya. Hanya ada Mba Ijah; seorang pembantu rumah tangga yang selalu menemani Putri setiap kali dirinya ditinggal pergi oleh keluarga nya. Melihat kondisi rumah yang seperti ini, membuat Putri merubah pikirannya, ia berubah pikiran dan menerima ajakan Vino untuk pergi bersamanya malam nanti.

         “Halo, kak. Kayaknya aku berubah pikiran, nih.” Putri memulai pembicaraan melalui telepon.

      “Halo juga, put. Berubah pikiran? Berarti malam ini kamu bisa jalan sama aku? Akhirnya...”jawab Vino dengan penuh bahagia.

              “Hmm iya, kak. Orang rumah pada pergi. Sepi juga kalau dirumah Cuma sama Mba”

           “Oh gitu, okedeh. Sekitar jam 7 nanti aku jemput kamu, ya. Aku tunggu di depan komplek.”

            “Oke, kak” Putri mengakhiri pembicaraan.

***
Malam itu Putri dan Vino menghabiskan waktu bersama di salah satu kafe, yang terletak di tengah-tengah kota Jakarta; Kemang. Putri dan Vino menempati meja special yang berada tak jauh dari letaknya panggung, dengan suasana iringan lagu jazz  romantic menemani kebersamaan mereka. Dengan tatapan mata mereka yang saling bertemu, Vino pun menggenggam tangan Putri secara perlahan dengan sentuhan kata-kata indah yang terucap dari bibir manis Vino. Dengan penuh bahagia dan terkejut Putri pun seakan terbawa suasana, dan terharu, Putri merasakan sebuah kebahagiaan yang belum ia rasakan sebelumnya.

“Putri... makasih ya kamu udah mau dateng keundanganku, aku akan selalu ada untukmu disaat kamu membutuhkanku, aku janji aku nggak akan biarkan simpulan senyum kamu terlepas begitu aja” rayu dan janji Vino sambil menatap ke arah putri.

“Makasih ya kak, udah membuat malam yang special banget buat aku dan kesepianku dirumah seakan sirna dengan kehadiran kakak...” ucap Putri dengan air mata terharu dengan kata-kata.

           “Kok Putri malah nangis,coba tunjukin ke aku simpul senyum kamu...” Bujuk Vino sambil menghapus air mata yang menetes di pipi Putri.

           Bulanpun ikut tersenyum dan semakin memancarkan cahayanya menandakan malampun semakin larut, akhirnya Vino mengantar Putri pulang menuju rumahnya. Selama diperjalanan mereka berbincang ringan. Sesekali Putri menatap mata Vino yang sedang fokus menyetir kendaraan beroda empat yang didalamnya dipenuhi dengan kaset film yang berserakan di bangku belakang. Sesampainya didepan rumah Putri, belum sempat Putri membuka pintu mobil, tiba-tiba Vino menarik tangan Putri, Vino memberikan kecupan manis di kening Putri dan memberikan sebuah coklat berbentuk love yang telah ia pesan di kafe tadi. Melihat perlakuan Vino yang seperti itu, Putri langsung membuka pintu mobil dan memberikan senyuman manis kepada Vino sambil mengucapkan “Terima kasih untuk hari ini, ku harap ini bukan mimpi ku saja”. Vino membalas senyuman itu dan menunggu Putri hingga masuk ke dalam rumahnya.

***
            Seminggu sudah kedekatan Putri dengan Vino. Tiiin tiiin .... klakson motor Vino pun berbunyi tanda Putri akan dijemput.

            “Pagi semua...” sapa Putri semangat kepada keluarganya mengawali cerahnya pagi dalam kehidupannya.

            “Pagi nak, kamu mau ayah antar ke sekolah? Tanya Ayahnya penuh perhatian.

            “Terima kasih ayah, kak Vino sudah menjemputku di gerbang, putri bareng kak Vino aja ya ayah...” jawab Putri sambil pamit dengan ciuman manis yang tertinggal di pipi sang Ayah.

            Saat diperjalanan menuju sekolah hujan deras turun membasahi daratan aspal. Putri dan Vino pun memilih berteduh di halte taman yang tak jauh dari rumah Putri. Seakan suasana berbicara menemani kebersamaan mereka.

            “Yah kamu basah ya Put?” Tanya vino penuh perhatian dan panik melihat Putri yang basah kuyup.

         “Enggak apa-apa ko kak, hanya basah sedikit aja...” Jawab Putri dengan senyum menahan dingin karena kehujanan.
       
          Dalam melihat kondisi Putri yang sedang merasakan dingin, seketika Vino memakaikan jaketnya untuk Putri dengan begitu lembutnya. Seakan simpul senyum di bibir Putri tak bisa terelakan lagi.
         Hujan pun mulai reda. Putri dan Vino pun bergegas utntuk melanjutkan perjalanannya ke sekolah.
      
            “Kak Vino... Kak Vino... liat deh keatas sebentar aja...” ucap Putri yang belum beranjak dari tempat duduknya sambil menarik tas yang dikenakan Vino.

            “Ada apa sih Putri... kamu panik banget ?” Jawab Vino heran
  
          “Kak liat deh diatas ada seutas cahaya pelangi yang berwarna-warni” ucap putri sambil melihat pelangi dengan mata yang bercerita.
  
           “Iya indah banget ya Put...” jawab Vino dengan penuh kekaguman.
  
        “Kak tau nggak, Pelangi itu seperti kakak dikehidupan aku, karena selalu hadir memberikan warna yang indah di setiap langkah kehidupan aku” ucap Putri bercerita.

           “Tapi kalau kamu bukan seperti pelangi put, Kamu itu seperti hujan, karena pelangi takkan pernah ada tanpa hadirnya hujan. Jadi kamu pun hadir mewarnai semangat hari-harinya aku...” ucap Vino berbalas cerita dengan senyum menatap pelangi yang bercahaya.

            Matahari mulai menampakan cahayanya yang sempat redup di tutupi awan mendung. Vino dan Putri bergegas menghampiri motor Vino dan mempercepat laju motornya agar segera sampai ke sekolah.
     
***
       Seiring berjalannya waktu, kebersamaan merekapun semakin dekat. Dan tanpa mereka sadari kedekatan mereka sudah sampai di penghujung perjalanan belajar Vino di sekolah itu.

        Ujian Nasional kelas 12 pun telah berakhir, Vino dan teman-teman satu angkatannya pun melaksanakan wisuda dan perpisahan tanda masa belajar mereka di sekolah itu telah berakhir. Vino pun akan melanjutkan belajarnya dengan mengambil beasiswa di Amerika.
            
             “Selamat ya kak, sudah lulus...” sapa Putri dengan memberikan hadiah tanda selamat ke Vino
            
            “Terima Kasih ya Put atas ucapan selamat dan hadiahnya, aku juga sekalian mau pamit sama kamu, aku mau melanjutkan studi di Amerika, jadi tetap pertahankan simpul senyum kamu dan buktikan kamu bisa lebih baik dari aku” balas Vino sambil tersenyum sedih dan memberikan satu set alat lukis untuk Putri.

***

Hari ini adalah hari terkahir Vino berada di Indonesia. Semua barang-barang Vino sudah dikemas dan dimasukan kedalam bagasi mobil yang ingin menuju ke Bandara Soekarno-Hatta. Putri dan keluarga Vino turut mengantar Vino ke Bandara. Selama diperjalanan Putri terdiam dan termenung, ia masih belum dapat menerima kenyataan bahwa Vino akan meninggalkan dirinya.

“Putri... aku harap simpul senyum kamu enggak akan pernah lepas, dan kamu terus mewarnai indahnya pelangi di kehidupan kamu, maafin aku yang enggak bisa lagi selalu ada untuk kamu, jaga diri kamu baik-baik ya” salam perpisahan terakhir Vino sambil memeluk Putri dan langsung menuju ke pesawat sambil melambaikan tangannya.

           Butiran air mata di pipi Putripun seakan tak tertahankan lagi, bibirnyapun sekejap membeku bingung harus berkata apa dalam perpisahan terakhirnya dengan Vino, hanya pelukan terakhirlah yang mewakili rasa hati Putri yang tak ingin jauh dari Vino.

***

      Dua tahun mereka berpisah, awalnya Putri merasa kehilangan semangatnya, namun berjalannya waktu Putri mengerti bahwa Vino takkan pernah hilang dari hatinya. Putri menjalani hari–harinya dengan penuh semangat, Putri ingin membuktikan pada Vino bahwa ia bisa menjadi yang terbaik disekolahnya.
             
      Setiap sehabis keindahan yang ada di perjalanannya kali ini, Putri selalu menggambarkan suasanana hatinya melalui lukisan pelangi, karena dengan Putri melukis pelangi ia merasa kehadiran Vino disampingnya.
     
       Detik-detik kelulusan pun sudah sampai dibenak Putri. Hampir setiap hari ia tak lepas dari usahanya mendapat nilai terbaik di sekolahnya. Namun usahanya tidak sia-sia Putri berhasil menjadi lulusan denagn nilai terbaik disekolahnya.
    
       Sepekan setelah kelulusannya Putripun meniatkan dirinya untuk pergi ke negeri paman sam,Amerika serikat untuk memberitahukan keberhasilannya kepada Vino.

    Namun sebelum keberangkatannya Putri menerima kiriman undangan pernikahan, dengan penuh penasaran ia membuka undangan tersebut. Seakan suasana bahagia berubah menjadi tangisan hati Putri, karena ternyata undangan pernikahan itu dari Vino.

***

            Hari ini adalah hari bahagia Vino tapi tidak untuk Putri, Seakan Putri menyadari bahwa keindahan Pelangi tidak akan pernah  hadir ditengah-tengah indahnya sunset. Walau hatinya meronta dan hancur Putri tetap memberikan selamat bahagia kepada Vino dan pasangannya, Putri juga memberikan sebuah hadiah berupa lukisan sepasang insan yang sedang bergandengan tangan sambil menatap pelangi yang tak berwarna diatasnya dan diselipkannya sepucuk puisi indah ungkapan isi hatinya selama ini.

Untuk pelangiku yang kini tak berwarna...

Saat cahaya matahari redup 
dan awan mendung yang menyelimuti suasana pagi kala itu,
 seakan hujan turun
 dan menghadirkan pelangi nan indah di akhir rintikannya.
Pelangi itu begitu indah, 
selalu memberikan warna disetiap garis lengkungannya.
Namun, kini pelangi itu tak lagi berwarna, 
seakan warna itu hilang begitu saja dengan hadirnya sunset yang lebih indah.

 

***