“Put, Ficky minta nomor kamu!”
tiba-tiba Nisa mengirimkan sebuah pesan singkat kepadaku. Aku yang sedang
merasa kelelahan karena seharian bermain di pantai langsung berubah menjadi
kegirangan seperti orang yang kali pertama jatuh cinta.
“Seriusan
nis? Kok bisa?” Balasku dengan menyimpan segala kegembiraan yang ada saat itu.
“Iya
put, tadi dia bilang sendiri ke aku kalau dia minta nomor kamu” Balas Nisa
dengan cepat.
Muhammad Ficky Putra, seseorang
yang telah lama aku kagumi sejak kali pertama aku duduk di kelas 2 SMK. Mungkin
rasa kagum ku ini bisa dibilang cinta yang bersemi di Masjid sekolah. Setiap
kali melihatnya berada di masjid sekolah untuk menjalankan kewajibannya sebagai
seorang muslim, aku merasa ada yang aneh di hatiku. Senyumnya begitu manis dan
tingkahnya begitu lembut. Melihat kedekatannya kepada Allah, membuat ku kagum.
Ya, aku menyukainya.
Mendengar kabar seperti itu,
rasanya aku ingin cepat-cepat saja untuk meninggalkan pulau kecil yang indah
ini. Aku ingin cepat-cepat kembali kerumah dan kembali menjalankan aktivitasku
di sekolah.
Hari pun sudah mulai larut.
Hanya ada sinar rembulan yang menerangi angkasa. Cuaca kala itu sangat mendung.
Suhu udarapun sangat dingin. Tetapi tidak mengalahkan hatiku yang sedang
mengobarkan api cinta.
“Tuhkan,
mulai deh gilanya. Pasti lagi ada sesuatu yang w.o.w. Lo kenapa sih put? Tumben
banget seneng, biasanya juga galau. Eh..” Celetuk Fara yang ternyata sedari
tadi memerhatikanku.
“Pengen
cerita sih, tapi nanti aja deh kalo udah pasti hehehe” Balasku mencoba
menutupi.
“Yeh
dasar, okedeh miss galau” Balasnya dengan mimik muka yang ngeledek.
***
Matahari mulai menampakan
dirinya, sinarnya begitu menyorot ke arah penginapan yang aku tempati. Jam
sudah menunjukan pukul 9, bertanda kami harus bergegas meninggalkan tempat
penginapan itu dan pergi menuju ke dermaga. Suasana di dermaga saat itu
sangatlah ramai. Bisa jadi kami adalah penumpang terakhir yang sedari tadi
ditunggu-tunggu oleh para anak buah kapal. Kami mengambil posisi duduk paling
belakang. Dimana ombak sangat terasa jika seseorang menduduki tempat itu.
Awalnya, aku dan teman-temanku
sangat menikmati gelombang ombak saat itu. Tetapi lama-kelamaan kami merasakan
sesuatu yang membuat perut kami merasa mual. Satu-persatu kami meninggalkan
posisi duduk tersebut, dan mencoba untuk tiduran di dalam kapal. Aku mengambil
posisi paling nyaman, dimana banyak tumpukan tas disana. Aku tertidur sangat
terlelap dan baru terbangun saat sudah ingin sampai di pelabuhan Muara Angke.
Satu jam perjalanan kami dari pelabuhan Muara Angke menuju Taman Makan Pahlawan
Kalibata. Sesampainya disana, aku langsung pamit dengan teman-temanku juga
kepada para Even Organizer dan langsung menaiki mobil yang menuju kerumahku.
***
Suasana di sekolah saat itu
sangatlah ramai, para siswa kelas 10 dan 11 sibuk berlalu-lalang mencari guru
bidang untuk meminta remedial. Dari sekian banyaknya siswa yang sedang
berlalu-lalang, ku lihat Ficky yang sedang berjalan ditengah-tengah kerumunan
temannya. Aku terhentak kaget, aku menjadi salah tingkah dan langsung memasuki
kelas karena malu jika ia melihatku yang sedang dalam wajah acak-acakan seperti
ini.
“Nis, dari kemarin kok aku
belum menerima pesan singkat darinya, ya” Ucapku menghampiri Nisa yang sedang
berada didepan ruang guru.
“Baru banget tadi aku kasih
nomor kamu, nanti deh aku suruh dia sms. Tunggu
aja ya, put” Balas Nisa sambil menepuk pundakku.
Tiba-tiba Ical datang
menghampiri kami. Ia membahas tentang program kerja angkatan kami; Sahur On The
Road. Kami berbincang ringan disana. Aku mengambil kertas nilai kelas Nisa yang
sedang ia pegang. Aku mencari nama Muhammad Ficky Putra, dan Well... aku mendapatkannya. Kulihat
disana, ia mendapatkan urutan rangking 23 dari 36 siswa. Lalu, aku berikan
kertas itu kembali kepada Nisa, dan melanjutkan perbincangan kami.
Sebagian siswa jurusan
akuntansi berlari-larian menuju kelasku, dengan spontan aku mengikutinya karena rasa ingin tahu. Dan ternyata,
mereka sedang ingin menonton film dikelas. Sungguh menyebalkan. Berlama-lama
didalam kelas membuatku bosan, aku keluar kelas dan berjalan menuju koridor
kelas 11 Akuntansi 3. Aku mendekati Dina dan Umara yang sedang asik memainkan gadget-nya. Tiba-tiba handphone-ku
berbunyi dan ada satu pesan singkat dari nomor yang tidak ku kenal.
“Hai. –Ficky”
Ternyata pesan dari dia yang
secara tiba-tiba membunyikan handphone-ku. Hatiku gemetar, jantungku berdetak
begitu kencang, seperti ada suatu aliran energi yang tak biasa dari dalam
tubuhku. Setelah melihat pesan itu, aku langsung teriak kencang yang membuat
siswa dan siswi yang berada di sekitarku merasa terkejut melihat tingkahku yang
seperti itu. Tanpa basa-basi, aku langsung membalas pesan singkat darinya.
***
Satu hari sudah perkenalanku
dengannya. Hari ini adalah hari dimana setiap siswa merasa takut akan omelan
orang tua mereka, takut akan berita buruk yang disampaikan oleh para walikelas
kepada orang tua mereka, dan takut untuk menerima kenyataan buruk yang disampaikan
secara privasi oleh guru Bimbingan
Konseling; Hari Pengambilan Laporan Belajar Siswa Semester Genap. Hari yang di
tunggu-tunggu para siswa akan meningkatnya tingkatan belajar kami. Dan para
walikelas pun menyatakan siswa di sekolah kami, naik 100%. Tak terhitunglah
berapa banyak ucapan rasa syukur yang dikeluarkan dari bibir kami.
Ditengah-tengah sorakan kegembiraan kelasku, tiba-tiba handphone-ku bergetar
dan terpampang jelas nama M. Ficky Putra di layar handphone-ku, ku buka pesan
singkat itu yang berisi ajakannya untuk menemuiku disamping toilet siswa,
tepatnya di halamann depan dapur sekolah. Saat aku ingin menghampirinya,
temanku –Ana memanggilku untuk mengikuti pengarahan Praktek Kerja Industri
untuk bulan Juli oleh Kepala Jurusanku di aula sekolah. Buru-buru aku
mengabarinya kalau saat ini aku tidak bisa menghampirinya, dan dia memutuskan
untuk menemuiku setelah aku menerima
pengarahan. Hatiku merasa tenang akan pengertiannya kepadaku. Setelah
pengarahan itu selesai, aku langsung menemuinya dan saat bertemu dengannya aku
sa-ngat gu-gup, susah bagi bibirku untuk mengeluarkan kata-kata. Ia memulai
pembicaraan dan mulutku terbata-bata bicara dengannya. Hampir sekitar 15 menit
aku berbincang dengannya. Aku menghampiri ibuku yang sejak tadi menungguku di
pos sekolah, dan kami langsung jalan menuju tempat tinggal kami yang terletak
tak jauh dari sekolah.
“Maaf ya fik kalau tadi aku
hanya sedikit berbicara, aku gugup” Jemariku bergerak melantunkan apa yang ada
dipikiran dan hatiku saat itu dan mengirim pesan itu ke Ficky.
“Iya nggak apa-apa kok”
singkatnya.
“Okey, sudah sampai rumah fik?”
Balasku mencoba sabar.
Tak ada balasan sedikitpun
darinya. Aku langsung terdiam, tubuhku lemas, pikiranku campur aduk. Aku
menyesal telah menemuinya dan bertindak memalukan seperti tadi. Seandainya
sikapku tadi tidak memalukan pasti ia tak akan seperti ini. Aku bodoh, sangat
bodoh. Aku hanya seorang gadis cupu yang mengharapkan cinta dari lelaki tampan
seperti dia. Seketika aku menyerah.
When you love someone
Just be brave to say
That you want him to be with you
Handphone-ku berdering,
bertanda ada telpon darinya. Seketika aku diam, tak menyangka jika itu adalah panggilan
darinya. Buru-buru aku mengangkat telpon darinya. Dia mengucapkan maaf kepadaku
karena baru memberinya kabar, dia berkata kalau dia baru saja pulang dari
tempat ia melaksanakan Prakerin. Hampir satu jam aku menghabiskan waktu
dengannya lewat genggaman telepon. Aku merasa sangat senang. Tak biasanya
seseorang yang baru ku kenal langsung dengan tegasnya meneleponku karena ia
takut kehilangan. Jiwaku diajak terbang melayang dengan dirinya.
***
Aku
merasakan ada rotasi dihatiku yang berputar begitu kencang. Semenjak
kedirannya, aku merasa hidupku menjadi lebih berwarna. Menjadi lebih terang
karena ada satu cahaya yang memancarkan cahayanya begitu kuat. Satu hari dari
beberapa perkenalan kami, ia tak memberiku kabar. Saat senja datang, tiba-tiba
handphone-ku bergetar dan ada pesan darinya, ia meminta maaf kepadaku karena
baru memberiku kabar karena saat itu ia sedang sakit, ia kekurangan cairan
ditubuhnya dan luka yang ada dikakinya gara-gara futsal belum kunjung sembuh.
Aku sangat cemas. Aku khawatir akan dirinya. Aku mencoba memberinya beberapa
cara agar dia sembuh, tetapi tak ada satupun yang berhasil. Tubuhku lemas
seolah merasakan kesakitan dengan apa yang sedang ia rasakan. Tak letih aku
mengingatkannya untuk minum obat dan beribadah untuk meminta kepada Tuhan agar
menyembuhkan penyakitnya. Ku temani hari-harinya selama ia sakit, aku mencoba
menghibur dirinya agar tidak terlalu memikirkan penyakitnya.
Jemariku
bergerak mengarahkan kursor handphone ke icon BBM, ku lihat Recent Update kala
itu, ku lihat Display Picture temanku –Ical yang sedang berbuka puasa bersama
dengan teman-temannya, aku perhatikan satu-persatu dan kudapati wajah Ficky
berada disana. Aku sempat merasa kecewa dengannya, ternyata ia sudah bermain dengan teman-temannya padahal aku
sudah menasihatinya untuk tidak keluar malam demi kesehatan tubuhnya. Tetapi
aku sadar, siapa aku dan apa hak ku akan dirinya. Yang perlu harus aku mengerti
dan menebalkan kata itu bahwa Aku Hanya
Teman, tak ada yang lebih dari aku dengan dirinya.
Jam
sudah menunjukan pukul 11:15 ia menghubungiku dan seperti biasa kami saling
berbagi cerita dan canda. Ditengah candaan kami tiba-tiba ia menyatakan
cintanya kepadaku, ia menginginkanku sebagai kekasihnya. Aku langsung terdiam, tak
menyangka bahwa ia memiliki rasa kepadaku. Aku bingung untuk menjawab
pertanyaan itu. Aku memang menyukainya dan setelah lama dekat dengannya aku
mulai menyayanginya, tetapi aku belum merasa yakin dengan ucapannya tadi, aku
mencoba mengingat perkataan teman-temanku kalau dia sering mengobral kata
sayang dan cinta kepada perempuan. Aku mecoba megalihkan pembicaraannya.
Sempat
aku menutup pintu hatiku
Ku
biarkan tertimbun luka masa lalu
Lalu
kau datang membukanya
Memberi kebahagiaan di setiap jengkalnya
***
Terhitung
dua belas hari perkenalan dan kedekatanku dengan Ficky. Dan terhitung sudah satu
hari pernyataan cintanya aku gantung. Sekitar pukul 4 sore, saat senja mulai
datang, tiba-tiba ia menelponku. Ficky bertanya tentang jawabanku akan
ucapannya kemarin. Aku berpikir dan terus berpikir hingga aku menemui titik
terang disana. Aku menerimanya. Tanggal 7 Juli aku mengubah status lajangku
menjadi berpacaran, kini aku adalah ‘kekasih Ficky’.
Hari
demi hari ku jalani dengan dirinya, yang super cuek tapi sangat perhatian.
Hari-hariku selama Prakerin ditemani dengan dirinya, begitupun sebaliknya.
Setiap hari ketika sedang Prakerin, aku sudah terbiasa dengan ketidakhadiran
dirinya, aku mengerti kalau dirinya sangat sibuk disana dan sangat berbeda
denganku yang sangat santai. Aku isi waktu kosongku dengan membaca kitab
suciku. Tak lupa aku mengingatkan Ficky setiap waktu sholat tiba.
Awal
dihari ini membuatku merasa bosan, teman Prakerin yang satu ruangan denganku
satu-persatu izin meninggalkan tempat itu karena ada kepentingan lain yang
memang harus diselesaikan. Aku sendiri di ruangan itu. Aku mencoba mengirim
pesan singkat kepada Ficky tetapi Ficky membalasnya lewat handphone temannya
karena battery-nya saat itu melemah. Saat itu Ficky sangat perhatian denganku,
tak biasanya ia bersikap seperti itu. Satu hal yang menurutku paling ‘tumben’
dari seorang Ficky adalah ia menawarkan dirinya untuk menjemputku seusai
Prakerinku dihari itu. Tak berpikir panjang aku pun langsung menerima
tawarannya. Karena letak tempat Prakerinku di daerah yang dipenuhi dengan
penjagaan polisi –Kuningan, maka Ficky yang masih belum memiliki stnk akan
menjemput dan menungguku di halte Busway Mampang Prapatan. Sesampainya disana,
aku diajak untuk main kerumahnya karena sedang ada teman-temannya disana.
Sesampainya disana, aku saling berbagi kasih dengan dirinya, aku dipeluk mesra
dan dicium oleh dirinya. Aku benar-benar merasa kalau aku lah pemilik hatinya,
aku lah belahan jiwanya, dan aku lah satu-satunya perempuan baginya. Rasa
kekecewaan yang sempat aku rasakan seolah hilang begitu saja terhapus oleh rasa
sayang yang aku punya untuknya. Dan dia berhasil membuatku melupakan masa
laluku yang sangat pahit. Aku benar-benar menyayanginya.
“Jangan
tinggalin aku ya, fik” Ucapku saat ia sedang memeluk erat tubuhku.
“Iya,
aku nggak akan tinggalin kamu sayang” Jawabnya lembut, hatiku sangat tersentuh
dengan ucapannya yang baru saja ia ucapkan kepadaku.
Saat
diperjalanan pulang menuju rumahku, ditengah perjalanan aku melupakan satu hal,
handphone-ku tertinggal dirumahnya. Aku lihat raut wajahnya yang kesal karena
sikapku yang seperti itu. Dengan segala kekuatan yang ada didalam hatiku, aku
mencoba sabar dengan gerutuannya. Sesampainya dirumahku, ia langsung pamit
untuk pulang.
Terima kasih sayang untuk hari ini
Kamu benar-benar membuat hariku ini menjadi memiliki
warna yang indah
Cahaya yang tak pernah redup
Dan kasih sayang yang tak pernah lupa kau berikan
kepadaku
Aku menyayangimu, selalu.
Hati-hati dijalan, sayang.
Hari
telah berganti, matahari telah memancarkan cahaya baruya yang agak meredup.
Cuaca hari ini sangat mendung, tetapi tak ada setitik air pun yang terjatuh
dari langit. Hariku berjalan seperti biasa. Ficky baru akan mengabariku setelah
ia selesai Prakerin. Aku tunggu pesan darinya, dan belum ada satupun pesan
darinya. Jam sudah menunjukan pukul 6 sore dan ia baru memberiku kabar. Ia
selalu menanyakan tentang handphone-ku yang tertinggal dirumahnya, semakin ia
menanyakan semakin aku merasa sebagai beban untuknya. Untuk mengantarkan
kerumahku pun dia memikir panjang, aku merasa seperti tak ada pengorbanannya
untukku, akhirnya aku pun mengambil kerumahnya bersama adiku –Cica. Banyak
sekali pertanyaan dididalam diriku yang ingin ku tanyakan kepada dirinya,
banyak sekali isi hatiku yang selalu ku pendam yang ingin aku sampaikan
kepadanya, tetapi saat bertemu dengannya seolah lilih yang cair terkena api, hatiku
luluh dengan sendirinya. Ia berpesan untuk mengabarinya jika aku sudah sampai
dirumah. Dan ketika aku sampai, aku pun langsung mengabarinnya. Saat sedang
memainkan handphone-ku ternyata Ficky belum mengeluarkan akunnya di salah satu
media social yang ada di handphone-ku. Dengan rasa penasaran, aku mecoba
melihat kotak masuknya dan banyak sekali perempuan yang ia mintai nomor
telponnya. Sungguh hatiku sakit saat itu seperti ada tusukan benda tajam yang
begitu dalam dihatiku. Tubuhku terhentak dan napasku tak lagi leluasa. Dan
lagi-lagi aku mencoba untuk sabar, aku berusaha tegar, aku tidak ingin aku
melakukan hal bodoh yang dapat merusak hubunganku dengannya. Aku memilih
memendam dengan segala kesakitan yang ada dihatiku.
Kamis/17 Juli. Pukul:
06.10
Selamat pagi
sayang. Semoga harimu indah ya:*
Pukul: 12.03
Jangan lupa
sholat zuhur ya sayang :*
Pukul:
15.15
Jangan lupa
sholat ashar sayang :*
Pukul:
17.57
Selamat berbuka
puasa sayang. Semoga puasa hari ini berkah, ya. Jangan lupa sholat maghrib :*
Pukul:
20.45
Hai sayang,
sholat tarawihnya sudah selesai belum? :’)
Pukul:
23.37
Selamat malam
ya, sayang. Dari terakhir kita telponan aku nunggu kabar kamu, tapi kamu belum
ngabarin juga. Sekarang aku sudah mulai ngantuk, aku tidur duluan ya sayang :*
Dan hari itu, Ficky samasekali
tidak memberiku kabar. Aku pun mencoba sabar, tak ingin membuat pikiran negatif
yang baru. Pukul 21.17 aku mencoba untuk menghubunginya, sudah empat kali
panggilanku tidak dijawab, dan yang ke lima kali ia baru mengangkat
panggilanku. Aku pun langsung menanyakan kabarnya, banyak sekali pertanyaan
akan rasa khawatir kepada dirinya yang aku tanyakan kepadanya, sesekali aku
menanyakan tentang perasaan dia kepadaku, tetapi ia menjawabnya dengan emosi.
Ia seperti tidak mempedulikanku lagi, aku merasa seperti sedang ada perempuan
lain yang hadir dihatinya. Walau sebenarnya aku sudah mengetahui bahwa ia
sedang mencoba mendekati perempuan lain, tetapi aku tetap ingin bertanya
dengannya karena aku ingin tahu, jawaban seperti apa yang dia berikan kepadaku.
Setiap aku tanyakan tentang hal itu, selalu saja ia membentakku dan mengalihkan
pembicaraan. Dan hatiku pun tetap mencoba untuk memahami.
***
Hari-hariku
mulai terasa sepi, tak ada lagi sapaannya disetiap pagi yang mampu memasokan
energiku, tak ada lagi emot titik dua bintang yang selalu ia selipkan di akhir
pesan singkatnya, tak ada lagi pesan khawatirnya saat aku sedang dijalan, dan
tak ada lagi dia dengan sikapnya yang dulu, yang masih lembut dan hangat
kepadaku. Yang ada kini hanya pesan-pesan lama yang masih kusimpan, seringkali
aku membaca ulang pesannya yang dulu-dulu membuatku tertawa akan kekonyolannya.
Terkadang ketika sedang mengingatnya, air mata ini tak kuat lagi terbendung
yang akhirnya bulir demi bulir air mataku terjatuh membasahi pipi. Tetapi aku
mencoba kuat, berusaha untuk tetap mempertahankan hubungan ini walau hanya aku
yang berjuang karena aku percaya tak ada perjuangan yang tidak menghasilkan
sesuatu.
Keesokan
harinya, tepat pada malam sabtu dimana sekolahku mengadakan Sahur On The Road.
Tanpa kenal lelah, tak ada habisnya aku mencoba menghubungi Ficky yang hari itu
samasekali tidak memberiku kabar. Berkali-kali aku mencoba menghubunginya dan
tak ada satupun yang dijawab olehnya. Aku biarkan beberapa menit lalu kembali
aku hubungi dirinya dan Well...
akhirnya dia mengangkat telponku. Aku bertanya tentang kabarnya hari ini, aku
bertanya tentang keputusannya untuk mengikuti acara yang sedang dijalankan oleh
sekolah kami malam itu. Aku mencoba memaksanya, memberikannya kata-kata melas
dari bibirku, dan akhirnya dia mau mengikuti acara tersebut. Jam berputar
semakin cepat dan tak ada tanda-tanda Ficky datang. Aku menghubunginya lagi dan
lagi. Acara sudah semakin dekat untuk dimulai, bahkan tinggal hitungan detik
tapi Ficky tak kunjung menampakan dirinya didepanku. Dengan berat hati akhirnya
aku berpasangan dengan alumni veteran yang pernah bersekolah di sekolahku satu
tahun diatasku. Tak letih aku terus menghubungi Ficky yang sejak tadi tidak
merespon panggilanku. Entah panggilan keberapa yang ku hubungkan ke dia tapi
tetap tidak ia angkat. Sekali ia mengirimkan pesan singkat kepadaku.
“Kenapa?”
Dan saat aku mencoba menghubunginya, tidak ada jawaban
lagi. Saat sedang diperjalanan aku melihat seseorang mengenakan jaket yang
biasa dipakai oleh Ficky, aku meminta alumni yang memboncengiku untuk
mendahului motor yang ditumpangi oleh orang tersebut. Dan ternyata itu benarlah
Ficky, dia mencoba menutupi wajahnya dengan helm. Sungguh hatiku kecewa saat
itu, hatiku sakit melihat sikapnya yang seperti itu. Segera aku menghampirinya
yang sedang berhenti di pom bensin, aku bertanya mengapa sikapnya menjadi
seperti ini kepadaku dan dia membentakku lagi. Malam yang seharusnya menjadi
malam yang indah bagi para pasangan tetapi tidak untuk aku, aku dirundung
kesedihan, kesakitan, dan rasa kecewa. Sesekali rombongan kami berhenti untuk
beristirahat di pinggir jalan, dan waktu itu aku sempatkan untuk mencoba
menghampiri Ficky. Sebelum menghampirinya aku meminta temanku –Nisa untuk
memberitahukan Ficky bahwa aku ingin berbicara dengannya.
“Yaelah,
mau ngapain sih? Nanti aja, nis. Disini ramai, malu.” Ucap Ficky kepada Nisa
yang sempat terdengar olehku.
Segitu
tidak berharganyakah aku untuk kamu? Perempuan yang selalu menutupi sakitnya
hanya karena dirimu, merelakan tubuhnya merasa kesakitan hanya karena dirmu,
dan inikah jawaban yang aku terima? Aku hanya ingin berbicara denganmu,
meluruskan hubungan kita yang sedang berantakan seperti ini. Apakah aku salah?
Ataukah kamu malu jika ada orang lain yang tahu bahwa aku adalah kekasihmu?
Bukankah semua orang sudah tahu jika kita merupakan pasangan? –Ucapku dalam
batin berusaha untuk kuat.
Para
panitia bergegas membagikan makanan kepada peserta Sahur On The Road sekolahku.
Tak ada sedikitpun nafsuku untuk makan. Aku hanya meneteskan air mata,
mengeluh, dan melamum. Aku tidak mengerti mengapa ini bisa terjadi. Aku
berpikir dan terus beripikir, mencoba mengintropeksi diriku mencari apa yang
salah dari diriku. Para panitia memberitahukan kepada peserta untuk segera
bergegas meninggalkan tempat dan kembali menuju sekolah. Dengan segala kekuatan
yang aku punya, cepat-cepat aku menghampiri Ficky yang saat itu posisi duduknya
tidak jauh dariku.
“Kamu
kenapa sama aku fik?” Aku mencoba memulai pembicaraan.
“Nggak
kenapa-kenapa kok, sudahlah nanti sms aja, jangan seperti ftv gini deh” Balas
Ficky ketus.
“Yaampun
Ficky, aku cuma ingin tahu kenapa kamu kayak gini ke aku” Balasku memelas.
“Sudahlah
nanti aja” Jawabnya
“Yaudah
Fik, nanti pulang aku bareng kamu, ya. Aku mau bareng kamu Fik. Aku mau
menghabiskan malam bareng kamu Ficky...” Ucapku dengan nada yang sangat melemah
yang menyimpan beribu tumpukan air dimata dan hatiku, belum selesai aku
berbicara ia langsung meninggalkanku begitu saja.
Kembali
ku hampiri teman-temanku yang sedang bernarsis ria didepan kamera. Aku
termenung dan terdiam.
“Yaampun,
put. Kok Ficky seperti itu sih sama kamu? Sabar, ya, put.” –Ucap Ana.
“Padahal
tadi aku udah berbicara dengan Ficky untuk pulang bareng kamu, tapi
tanggapannya acuh tak acuh, put. Sabar ya put, sabar.” –Ucap Dwi sambil
mengeluskan pundakku.
“Sudahlah,
put. Kan aku sudah pernah bilang, jangan langsung memberi hati sama dia. Dia
itu selalu mengobral kata sayang” –Ucap Sri yang dari awal selalu
mengingatkanku.
Acara
Sahur On The Road sekolahku pun telah selesai. Peserta satu-perstu meninggalkan
sekolah. Buru-buru aku pulang menuju rumah untuk menenagkan diriku yang saat
itu benar-benar sedang rapuh.
Sabtu/19
Juli. Pukul: 06.57
Sayang?
Pukul: 07.12
Sayang? Kamu kenapa sih?
Pukul: 07.25
Sayang? Kamu marah sama aku?
Pukul: 07.33
Sayang?
Sekarang aku nggak ngerti lagi gimana perasaan kamu dan gimana hubungan kita.
Aku bingung harus gimana. Setiap kali aku mencoba bicara sama kamu, kamu selalu
mengabaikan pembicaraan aku. Aku mau kita kayak dulu lagi. Aku nggak mau
diam-diaman seperti ini. Beberapa hari ini kamu selalu nggak ada kabar. Setiap
hari aku nungguin kabar kamu hingga larut malam, tapi nggak pernah ada kabar
dari kamu. Dan saat ketemu tadi kamu malah mengabaikan aku gitu aja seolah aku
nggak pernah ada. Aku kangen kamu dan kita yang dulu Ficky:(:(:(
Tak ada satupun balasan pesan darinya. Hatiku semakin
hancur. Aku sangat menyayanginya. Aku tak ingin berpisah dengan dirinya.
Sesakit apapun itu, aku akan terus mempertahankan hubunganku dengannya. Sampai
akhirnya aku lelah untuk terus menunggu balasan darinya, aku tertidur dengan
membawa segala bayang-bayang dirinya.
Sabtu/19
Juli. Pukul: 10.19
Udahin aja yaa, aku lagi males pacaran.
Kata-kata
itu, membuatku semakin terpuruk. Kata-kata yang begitu singkat dan jelas, ya,
jelas menyakitiku. Tak kuasa aku menahan air mataku, satu-persatu buliran air
mataku mengalir membasahi pipiku. Aku masih belum bisa menerima kenyataan ini.
Aku belum siap dengan perpisahan ini. Ficky memutuskan hubungan kami secara
satu pihak. Hati ini lelah untuk terus berjuang. Lelah untuk
terus tersenyum dalam tangis. Butiran air mata yang selalu membasahi pipiku
selalu ku sembunyikan dengan beribu alasan supaya tak ada seorang pun yang tau
sakit yang kurasakan. Aku hanya bisa memendam perasaan itu. Kukumpulkan
setumpuk rasa sakit itu tanpa seorang pun yang mengetahuinya. Dan yang lebih
menyakitkan, kini ia telah memiliki kekasih. Entah apa arti dari kalimatnya
yang terakhir ia ucapkan. Aku mencoba untuk tidak mengerti.
Untukmu yang kini pergi meninggalkanku...
Kehadiranmu bagaikan pelangi dihudupku
Memberikan segala warnanya yang indah
Kau berikan segala cahayamu bagaikan sumber tata surya di bumi ini
Sempat ku tutup rapat-rapat pintu hatiku
Tetapi tiba-tiba kau datang memberi segala kebahagiaan
Yang membuatku melupakan segala masa laluku yang kelam
Namun,
Kini ruang dihatimu semakin sempit untukku
Karena ku tahu kau sedang berusaha memasuki nama perempuan lain dihatimu
Dan dari situlah aku mengerti
Bahwa yang harus kulakukan hanyalah merelakan
Membiarkan semuanya mengalir begitu saja
Tenang sayang,
Tak akan ada lagi pesan dari perempuan yang selalu kau kesali perbuatannya
Tak akan ada lagi perempuan yang selalu menghubungimu untuk ibadah
Dan tak akan ada lagi
Aku yang selalu membuatmu merasa
malu
Suatu saat nanti kau akan menyadari
Hanya cintaku lah yang paling bersabar
Menurut tanpa menuntut
Selalu mengalah dan tak kenal lelah
Selamat tinggal, sayang.
Oleh: @egharhiyanti