“Happy Valentine Day and Happy 3rd Aniversary, sayang”
Ucap Rangga dari kejauhan lewat telepon.
“Maaf ya ganggu tidur kamu, aku mengucapkan ini karena
aku tak ingin kehilanganmu untuk yang kedua kalinya, aku sangat mencintaimu
entah sampai kapanpun itu. Semoga kita bisa tetap bersama sampai nafas terhenti”
Lanjutnya.
“Happy Valentine dan selamat tanggal 14 Februari untuk
yang ketiga kalinya, sayang.” aku menjawab terharu.
Pukul 00:08 ia
menghubungiku. Entah mengapa dari tahun sebelum-sebelumnya ia tak pernah lupa
mengucapkan hal itu kepadaku. Dan disetiap tengah malam pukul dua belas lewat
delapan detik ia menghubungiku pada hari kasih sayang ini atau yang biasa
dikenal dengan Valentine Day. Bagiku, hari kasih sayang bukan hanya tanggal 14
Februari ini, tapi setiap hari selama kita masih diberikan nafas oleh Sang
Pencipta.
Tiga tahun sudah hubunganku
dengannya berjalan, walau banyak bebatuan yang selalu menghalangi jalannya
hubungan kami. Dari rok berwarna biru dongker sampai menjadi warna abu-abu,
Rangga melengkapi hari-hariku. Dan kini kami menginjak dibangku kelas dua. Sempat
sekali saat hubunganku dengannya berjalan dua tahun, ia meninggalkanku tanpa
sebab yang membuat hatiku terus mengeluarkan banyak pertanyaan. Tubuhku lemah
saat itu. Dua hari aku terdiam di kamar. Handphoneku ku biarkan baterainya
melemah dengan sendirinya. Guru BK tak hentinya menghubungiku karena aku tidak
masuk tanpa keterangan. Orang tuaku mengetahuinya, sampai-sampai guruku datang
kerumah, memanggilkanku dari balik kayu tebal yang terkunci itu. Tak ada sama
sekali jawaban dariku. Aku terdiam lemah diatas sebuah kasur berlapis sprei berwarna pink. Foto-fotoku bersama
dengan Rangga yang telah kugantungkan
dan kuhiasi di sebuah sisi dinding dikamarku, kini telah berserakan. Bunga mawar
yang selalu Rangga berikan disetiap awal bulan sebagai harapan bulan itu akan
indah, yang selalu ku letakan disebuah vas yang aku buat dengannya saat
pelajaran seni budaya, kini bunga itu satu persatu kelopaknya terjatuh dan
menghitam. Dan pada hari ketiga setelah kejadian itu ia datang kerumahku dan
menjelaskan segala alasan mengapa ia memutuskan hubunganku. Dan dihari itu juga
aku dan Rangga kembali menjalani hubungan kami.
Memoriku kembali teringat
akan hal menyakitkan itu.
∞
Aku membuka jendela kamarku,
menikmati udara pagi yang masih segar ditemani seekor ikan pemberian Rangga
sebagai teman hari-hari selama aku berada di kamar.
“Pagi yang cerah. Udara yang segar. Ya Tuhan, terima
kasih telah kau berikan nafas kepadaku hari ini” Ucapku sambil menikmati
indahnya pagi.
“Icaaaa, ini ada kiriman bunga untukmu dari...” Ucap
kakak ku-Nayla dengan suara yang agak tinggi yang bisa membuat seseorang yang
berada disebelahnya merasa jengkel,
belum sempat ia melanjutkan ucapannya aku langsung merebut bunga tersebut dari
tangannya.
“For Alyssa My Future Queen” di kertas yang diletakan
ditengah-tengah bunga tercantum tulisan tersebut. Pasti Rangga yang memberikan ini, ya Tuhan terima kasih telah
mempertemukanku dengan seseorang yang mencintaiku dengan tulus – batinku.
Tiga puluh enam tangkai bunga kuhitung yang ia berikan pagi ini.
Kuletakan
bunga tersebut disebuah vase yang ku ambil dari lemari kaca rumahku. Ini
merupakan bunga yang ke 105 pemberian Rangga selama aku dengannya mengganti
status lajang menjadi berpacaran. Sayangnya, kini hanya ada 47 bunga yang masih
dapat bertahan walau sudah ada yang menjatuhkan kelopaknya secara perlahan dan
semakin menghitam. Bunga yang lainnya kini telah hilang dimakan udara, tetapi
bekasnya masih kusimpan disebuah kotak kecil pemberian Rangga. Bunga-bunga
inilah yang menjadi saksi perjalanan cintaku bersama Rangga.
∞
Sedikit
sentuhan lipbalm berwarna pink menyempurnakan keceriaanku pagi ini. Tak lupa
aku memakai gelang couple yang tempo hari ku beli sama dan memberikan yang
satunya kepada Rangga. Softlens hitam yang kupakai membantu penglihatanku untuk
mengikuti pelajaran disekolah nanti. Baju seragam yang ku kecilkan ukurannya,
rok span pendek berwarna abu-abu, jam
tangan dan gelang couple, serta flat shoes hitam, menjadi fesyen ku hari ini.
Tiba-tiba handphone ku berbunyi dan tertera nama Rangga dilayar.
Selamat pagi sayang. Aku sudah didepan gerbang rumahmu
nih.
Buru-buru aku langsung
keluar kamar, mengambil roti sarapanku pagi ini, memasukan bekal makananku
kedalam tas, tak lupa aku untuk berpamitan kepada kedua orangtua ku, dan segera
aku menghampiri Rangga yang telah menungguku didepan gerbang.
“Hai sayang, maaf ya
membuatmu menunggu. Tadi aku baru melihat handphone. And by the way, terima kasih untuk bunganya. I love you” Ucapku
membuka pembicaraan sambil menutup pintu mobil Ayla berwarna silver dan
langsung mencium pipi Rangga.
Selama diperjalanan kami
membicarakan banyak hal tentang hubungan kami dan orang-orang disekitar kami. Kemacetan
di pagi ini memang sudah menjadi ciri khas kota Jakarta. Tetapi canda dan tawa
tak hentinya terlepas diantara kami pagi. Sungguh awal hari yang sangat indah.
Sungguh
aku tak menyangka aku dan Rangga dapat bertahan sejauh ini. Semoga Tuhan selalu
menyatukan hati kami. Aamiin –Batinku. Ditengah kemacetan yang sedang kami
hadapi, tiba-tiba Rangga memegang erat tanganku.
“Maaf ya, Ca, kalau
menurutmu hari ini aku tidak se-special bulan kemarin.”
“Yaampun Ngga, hari
apapun itu, bulan apapun itu, bahkan tahun sekalipun, kamu tetap special
untukku. Karena hanya kamu yang selalu menemaniku dalam keadaan sedih ataupun
senang” Jawabku meyakinkan.
∞
Hari demi hari selalu kulewati
bersama Rangga dan cinta kami tentunya. Tetapi hari ini, seminggu setelah
perkataan ia minggu lalu yang ia ucapkan kepadaku, ia tidak terlihat di
sekolah. Dan ia tidak memberiku kabar, setiap aku menghubunginya selalu mailbox. Perasaanku sudah mulai tidak
enak. Aku bertanya kepada teman sekelasnya dan ternyata ia sakit. Pikiranku
memburuk, tidak seperti biasanya. Ku perhatikan ia selalu izin sakit setiap
minggu ketiga. Dari data yang kutemui, terdapat surat dari Rumah Sakit yang
tertera Rangga butuh waktu istirahat selama satu hari. Aku semakin heran,
Rangga tidak pernah menceritakan apapun tentang kesehatannya, setiap kutanya ia
selalu mengalihkan pembicaraanku. Lagi-lagi nama Rangga tertera dilayar
handphone ku tanda ada pesan masuk darinya.
Bagaimana harimu dihari yang cerah ini sayang? Semoga Tuhan
selalu memberikanmu kesehatan.
Secerah cintaku padamu sayang ;p –Balasku menyimpan beribu pertanyaan.
Pesan demi pesan
saling kami tukarkan. Menceritakan tentang hari ini. Menghabiskan malam lewat
genggaman telepon hingga kami terkantuk-kantuk. Malam ini aku masih ditemani
olehnya walau hanya lewat telepon. Ia menecritakan tentang kecintaannya
terhadap kota Mekah yang berada di Saudi Arabia.
“Aku ingin sekali
kesana bersamamu dan bersama keluarga kita. Menunaikan haji bersama disana”
Ucap Rangga lembut yang berhasil menyentuh hatiku.
Muhammad Rangga
Raihan, seorang lelaki satu-satunya yang dekat denganku yang sangat mencintai
Islam. Ketaatannya terhadap Agama yang selalu membuat cintaku terhadapnya
semakin hari semakin bertambah. Ia selalu mengingatkanu beribadah walau dirinya
sedang sakit. Aku selalu berterima kasih dan sangat berterima kasih kepada
Allah karena telah memberiak dia untukku. Walau entah kami dapat bersama
selamanya atau tidak. Tetapi ku berharap kami dapat bersama selamanya.
∞
“Ca, Van, ke kantin
yuk! Laper banget nih.” Ucap Tasya manja sambil menggoyangkan tanganku dan
Vanya yang sedang duduk dibangku depan kelas.
Vanya Putri Rembulan
dan Camelia Tasya, mereka adalah sahabatku di Sekolah dan dimanapun. Dan tak
terkira, dua tahun kami bersama dalam satu ruang yang sama; kelas IPS 1. Kami
selalu bersama disekolah, tetapi aku juga menyempatkan waktu untuk bersama
dengan Rangga disekolah. Dan aku, Alyssa Intan Wardoyo biasa dipanggil dengan
sebutan Ica, keturunan keluarga Wardoyo-Kakekku dari suku Jawa Solo yang kini
tinggal ditengah Ibu Kota Jakarta. Bersekolah di SMP Negeri lalu melanjutkan ke
SMA Cendrawasih. Memang tidak mudah beradaptasi di Sekolah yang favorite
seperti ini. Tapi berkat keluargaku, sahabatku, dan Rangga, aku berhasil
menyesuaikan diriku berkat dukungan dari mereka.
“Yaudah yuk, kebetulan
aku lagi nggak bawa bekal, biasa deh lagi home
alone ditinggal bokap nyokap dinas diluar” Jawabku.
“Wah kayaknya aku bisa
nginep nih” Balas Vanya.
“Hahaha, bisa bisa,
mau kapan sih? Haha”
“Ih yaudah nanti aja
ngobrolnya sih, mending ke kantin dulu” Ucap Tasya yang sudah tak sabar untuk
ke kantin.
“Yaelah emang ada
siapa sih, banyak banget sih cowoknya” Balas Vanya meledek.
Aku, Tasya, dan Vanya
duduk dibangku yang terletak ditengah kantin. Seperti biasa, Vanya selalu tak
menghabiskan makanannya karena sedang proses Diet yang tak selesai-selesai.
“Ca, Van, aku duluan
ya. Buru-buru nih mau ngasih tugas, tadi kelupaan” Ucap Tasya.
“Yaudah gih sana,
lagian pake lupa segala” balas Vanya ketus karena sudah sangat kenyang dengan
alasan Tasya setiap kali sedang ngobrol-ngobrol dikantin.
Tasya langsung
bergegas keluar kantin, dan meinggalkan cardigan tosca yang ia bawa saat ke
kantin.
“Loh, Ica sudah putus
sama Rangga?” Ucap salah satu teman sekelas Rangga.
“Masih, kok. Emang
Rangga bilang sudah putus?”
“Ya, nggak sih, tapi
yaudahlah lupain aja ca, hehe”
Akhir-akhir ini
teman-temannya Rangga sering membuatku kesal. Mengucapkan kata-kata yang aneh
yang selalu memancing emosiku. Memang aku dan Rangga kini di sekolah sudah
jarang bertemu, paling hanya saat berangkat dan pulang sekolah aku bersamanya.
“Udah yuk Van kita
keluar aja, bete lama-lama dikantin” Ucapku dan segera meninggalkan kantin
diikuti dengan Vanya.
“Eh, anterin aku ke
perpustakaan yuk, Ca. Mau ambil Mp4 aku yang tertinggal kemarin”
“Yuk”
Letak perpustakaan disekolahku memang agak terpencil, terletak dipojok dan
harus melewati lorong OSIS yang menjengkelkan. Saat aku dan Tasya ingin
memasuki lorong OSIS, tiba-tiba aku melihat Rangga menyium pipi Tasya lalu
mereka saling berpelukan. Sungguh hatiku hancur saat itu. Air mataku menetes
dan aku langsung berlari meninggalkan Vanya yang tadi sedang bersamaku.
“Ah, kalian berdua
keterlaluan!” Ucap Vanya dengan nada tinggi mengarah ke Rangga dan Tasya dan.
“Ica tunggu!” Lanjut
Tasya memanggilku dan mengejarku.
Sepulang sekolah, Rangga menghampiri
meja kelasku. Buru-buru aku membereskan barang-barangku dan langsung bergegas
keluar.
“Nggak gitu, Ca” Ucap
Rangga sambil menarik tanganku.
Aku lepaskan tangannya dan aku
langsung pergi meninggalkan dia dikelasku. Aku tak ingin bertemu dengannya, aku
merasa kesal dengannya, hatiku sakit. Dikhianati oleh pacar dan sahabatku
sendiri. Tidak berartikah tiga tahun ini?
Membangun cinta bersama dengan menerima segala kekurangan dan kelebihan
diantara kita. Apa arti aku dihatimu selama ini. –Batinku.
∞
Sejak kejadian itu, hari-hariku
menjadi sepi. Rangga tak lagi menghampiriku dan tak memberi kejelasan. Tasya
bersama kekasih barunya, melupakan aku dan Vanya. Cinta, sahabat, semuanya
hancur. Kepercayaan itu, sirna. Hanya Vanya yang menemaniku, merelakan bajunya
basah karena tangisanku dipelukannya.
Dua minggu sudah aku tidak bertemu
Rangga. Aku mencoba bertanya kepada teman-teman kelasnya, tapi tak ada yang
mengetahuinya karena dia tak memberi kabar ke sekolah. Handphone ku berbunyi
dan ada pesan dari Kesya-Adiknya Rangga.
Kak Ica dimana? Bisa ke Rumah Sakit Persada sekarang? Aku
tunggu ya, diruang ICU Lt. 2. Penting.
Seperti ada belati
yang menusuk tajam hatiku saat menerima pesan dari Kesya. Rasa takut dan
khawatir merasuki rongga jiwaku.
“Van, adiknya Rangga
kok sms begini ya? Aku takut ada yang terjadi dengan Rangga nih, ya Allah”
“Yaampun, jangan nethink dulu Ca, coba kamu kesana gih.
Hati-hati ya” Jawab Vanya.
Tanpa menjawab
pembicaraan Vanya aku langsung pergi meninggalkannya.
∞
Tubuhku lemas tersender di dinding
ruang ICU Rumah Sakit Persada. Ia baru
saja melihat tubuh Rangga terbaring tak berdaya di atas kasur pasien. Entah apa
sakit yang di derita oleh Rangga.
Disudut ruangan terlihat keluarga
Rangga dengan muka yang khawatir. Melihat dokter yang keluar dari kamar Rangga,
Ibunya dan Kesya menangis tak karuan. Tiba-tiba tantenya menghampiriku.
“Ica, sudah berapa
lama kamu dengan Rangga?”
“Alhamdulillah sudah
tiga tahun, tante”
“Cukup lama ya”
“Alhamdulillah tan,
tadi dokter bicara apa tan?” Tanyaku dengan penuh kekhawatiran
“Hmm Rangga sudah
tidak ada Ca. Barusan dia pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Sudah lama
Rangga mengidap penyakit kanker darah atau yang biasa dikenal dengan sebutan
leukemia. Dan itu, sudah stadium akhir. Dan kini, Sang Pencipta telah
memintanya untuk kembali padanya.” Ucap tante Rangga sambil meneteskan air
mata.
“Astaghfirullah
Ranggaaa” Aku langsung berlari memasuki ruang ICU, tak peduli akan peraturan
yang ada di Rumah Sakit tersebut.
Tubuhnya sudah tak berdaya. Air
mataku mengalir deras tak karuan. Aku memeluk Rangga kuat. Aku menangis
ditubuhnya. Sungguh hancur hatiku kehilangan seseorang yang sangat kucintai
untuk selamanya. Rangga; semangatku. Kini pergi meninggalkanku. Tepat pada tanggal
empat belas dan pada pukul dua belas malam lewat delapan detik ia meninggalkan
ku untuk selamanya. Dan didelapan detik pertama pada hari ini, ia tak lagi
mengucapkan cintanya kepadaku melainkan mengucapkan selamat tinggal untuk
selamanya padaku.
Aku masih belum percaya bahwa ia
telah meninggalkanku. Bayangan dirinya masih teringat jelas di pikiranku.
Sosoknya selalu datang kedalam mimpiku. Sungguh sulit untuk menjalani ini.
∞
Sebulan sudah kepergian Rangga dari hariku dan dari dunia ini. Aku berziarah
ke kuburan Rangga, tempat tinggal ia saat ini. Ku bersihkan kuburannya, ku
sirami dengan air mawar, ku taburkan bunga diatasnya dengan membentuk love. Air
mataku mengalir deras sambil membacakan doa untuknya. Dan hari ini adalah
tanggal empat belas untuk yang ke tiga puluh delapan. Aku masih menyimpan surat
yang ia titipkan kepada Kesya untukku.
Untukmu ratu masa
depanku, Alyssa
Sebelumnya aku ingin meminta maaf akan
perbuatanku tempo hari. Aku tahu hatimu sangat terluka saat melihat kejadian itu.
Kamu langsung berlari dan meneteskan air matamu begitu deras. Saat sepulang
sekolah aku menghampirimu untuk menjelaskan semuanya dan aku ingin meminta
doamu.
Alyssaku,
Maafkan aku
yang telah mengecewakanmu.
Aku seperti itu karena aku tidak ingin melihat kamu sedih saat melihatku terbaring lemah di
tempat tidur,
Aku tidak ingin kamu menangis hanya karena penyakitku ini,
Dan
aku seperti itu berusaha membuatmu agar benci padaku supaya kamu tidak merasa
kehilangan saat aku telah tiada nanti.
Alyssaku,
Maafkan aku yang
tidak jujur tentang penyakit yang telah lama diderita olehku.
Aku tak ingin
membuatmu menjadi kepikiran akan penyakitku,
Aku tak ingin menambah beban
pikiranmu,
Dan aku tak ingin merepotkanmu
hanya karena penyakitku.
Alyssaku,
Maafkan aku
yang belum bisa membahagiakanmu,
Yang belum bisa mengajakmu dan keluarga kita
untuk pergi bersama ke tanah suci Mekah,
Dan maafkan aku yang belum bisa
memberikanmu sebuah mahar.
Alyssaku,
Kamu
adalah delapan detik pertama dalam
hariku.
Kau tahu mengapa?
Karena angka delapan merupakan angka yang tak pernah
putus,
Dan ia memiliki banyak arti; seperti dirimu.
Alyssaku,
Aku ingin
meminta do’amu untukku saat aku telah tiada,
Saat nyawaku tak lagi didunia ini,
Dan saat Sang Pencinpta memintaku untuk kembali padanya.
Alyssaku,
Aku sangat
mencintaimu.
Semoga kau tak akan lupa akan diriku saat ku telah tiada nanti.
Dan semoga setelah sukses nanti, kamu bisa melanjutkan cita-citaku untuk pergi
ke tanah suci Mekah.
Dari
seseorang yang selalu mencintaimu
dalam
hidupnya,
Rangga