Jumat, 13 Februari 2015

Tentang Kamu



“Happy Valentine Day and Happy 3rd Aniversary, sayang” Ucap Rangga dari kejauhan lewat telepon.
“Maaf ya ganggu tidur kamu, aku mengucapkan ini karena aku tak ingin kehilanganmu untuk yang kedua kalinya, aku sangat mencintaimu entah sampai kapanpun itu. Semoga kita bisa tetap bersama sampai nafas terhenti” Lanjutnya.
“Happy Valentine dan selamat tanggal 14 Februari untuk yang ketiga kalinya, sayang.” aku menjawab terharu.
Pukul 00:08 ia menghubungiku. Entah mengapa dari tahun sebelum-sebelumnya ia tak pernah lupa mengucapkan hal itu kepadaku. Dan disetiap tengah malam pukul dua belas lewat delapan detik ia menghubungiku pada hari kasih sayang ini atau yang biasa dikenal dengan Valentine Day. Bagiku, hari kasih sayang bukan hanya tanggal 14 Februari ini, tapi setiap hari selama kita masih diberikan nafas oleh Sang Pencipta.
Tiga tahun sudah hubunganku dengannya berjalan, walau banyak bebatuan yang selalu menghalangi jalannya hubungan kami. Dari rok berwarna biru dongker sampai menjadi warna abu-abu, Rangga melengkapi hari-hariku. Dan kini kami menginjak dibangku kelas dua. Sempat sekali saat hubunganku dengannya berjalan dua tahun, ia meninggalkanku tanpa sebab yang membuat hatiku terus mengeluarkan banyak pertanyaan. Tubuhku lemah saat itu. Dua hari aku terdiam di kamar. Handphoneku ku biarkan baterainya melemah dengan sendirinya. Guru BK tak hentinya menghubungiku karena aku tidak masuk tanpa keterangan. Orang tuaku mengetahuinya, sampai-sampai guruku datang kerumah, memanggilkanku dari balik kayu tebal yang terkunci itu. Tak ada sama sekali jawaban dariku. Aku terdiam lemah diatas sebuah kasur berlapis sprei berwarna pink. Foto-fotoku bersama dengan Rangga  yang telah kugantungkan dan kuhiasi di sebuah sisi dinding dikamarku, kini telah berserakan. Bunga mawar yang selalu Rangga berikan disetiap awal bulan sebagai harapan bulan itu akan indah, yang selalu ku letakan disebuah vas yang aku buat dengannya saat pelajaran seni budaya, kini bunga itu satu persatu kelopaknya terjatuh dan menghitam. Dan pada hari ketiga setelah kejadian itu ia datang kerumahku dan menjelaskan segala alasan mengapa ia memutuskan hubunganku. Dan dihari itu juga aku dan Rangga kembali menjalani hubungan kami.
Memoriku kembali teringat akan hal menyakitkan itu.


Aku membuka jendela kamarku, menikmati udara pagi yang masih segar ditemani seekor ikan pemberian Rangga sebagai teman hari-hari selama aku berada di kamar.
“Pagi yang cerah. Udara yang segar. Ya Tuhan, terima kasih telah kau berikan nafas kepadaku hari ini” Ucapku sambil menikmati indahnya pagi.
“Icaaaa, ini ada kiriman bunga untukmu dari...” Ucap kakak ku-Nayla dengan suara yang agak tinggi yang bisa membuat seseorang yang berada disebelahnya merasa jengkel, belum sempat ia melanjutkan ucapannya aku langsung merebut bunga tersebut dari tangannya.
“For Alyssa My Future Queen” di kertas yang diletakan ditengah-tengah bunga tercantum tulisan tersebut. Pasti Rangga yang memberikan ini, ya Tuhan terima kasih telah mempertemukanku dengan seseorang yang mencintaiku dengan tulus – batinku. Tiga puluh enam tangkai bunga kuhitung yang ia berikan pagi ini.
            Kuletakan bunga tersebut disebuah vase yang ku ambil dari lemari kaca rumahku. Ini merupakan bunga yang ke 105 pemberian Rangga selama aku dengannya mengganti status lajang menjadi berpacaran. Sayangnya, kini hanya ada 47 bunga yang masih dapat bertahan walau sudah ada yang menjatuhkan kelopaknya secara perlahan dan semakin menghitam. Bunga yang lainnya kini telah hilang dimakan udara, tetapi bekasnya masih kusimpan disebuah kotak kecil pemberian Rangga. Bunga-bunga inilah yang menjadi saksi perjalanan cintaku bersama Rangga.


            Sedikit sentuhan lipbalm berwarna pink menyempurnakan keceriaanku pagi ini. Tak lupa aku memakai gelang couple yang tempo hari ku beli sama dan memberikan yang satunya kepada Rangga. Softlens hitam yang kupakai membantu penglihatanku untuk mengikuti pelajaran disekolah nanti. Baju seragam yang ku kecilkan ukurannya, rok  span pendek berwarna abu-abu, jam tangan dan gelang couple, serta flat shoes hitam, menjadi fesyen ku hari ini. Tiba-tiba handphone ku berbunyi dan tertera nama Rangga dilayar.
Selamat pagi sayang. Aku sudah didepan gerbang rumahmu nih.
Buru-buru aku langsung keluar kamar, mengambil roti sarapanku pagi ini, memasukan bekal makananku kedalam tas, tak lupa aku untuk berpamitan kepada kedua orangtua ku, dan segera aku menghampiri Rangga yang telah menungguku didepan gerbang.
“Hai sayang, maaf ya membuatmu menunggu. Tadi aku baru melihat handphone. And by the way, terima kasih untuk bunganya. I love you” Ucapku membuka pembicaraan sambil menutup pintu mobil Ayla berwarna silver dan langsung mencium pipi Rangga.
            Selama diperjalanan kami membicarakan banyak hal tentang hubungan kami dan orang-orang disekitar kami. Kemacetan di pagi ini memang sudah menjadi ciri khas kota Jakarta. Tetapi canda dan tawa tak hentinya terlepas diantara kami pagi. Sungguh awal hari yang sangat indah.
            Sungguh aku tak menyangka aku dan Rangga dapat bertahan sejauh ini. Semoga Tuhan selalu menyatukan hati kami. Aamiin –Batinku. Ditengah kemacetan yang sedang kami hadapi, tiba-tiba Rangga memegang erat tanganku.
“Maaf ya, Ca, kalau menurutmu hari ini aku tidak se-special bulan kemarin.”
“Yaampun Ngga, hari apapun itu, bulan apapun itu, bahkan tahun sekalipun, kamu tetap special untukku. Karena hanya kamu yang selalu menemaniku dalam keadaan sedih ataupun senang” Jawabku meyakinkan.


            Hari demi hari selalu kulewati bersama Rangga dan cinta kami tentunya. Tetapi hari ini, seminggu setelah perkataan ia minggu lalu yang ia ucapkan kepadaku, ia tidak terlihat di sekolah. Dan ia tidak memberiku kabar, setiap aku menghubunginya selalu mailbox. Perasaanku sudah mulai tidak enak. Aku bertanya kepada teman sekelasnya dan ternyata ia sakit. Pikiranku memburuk, tidak seperti biasanya. Ku perhatikan ia selalu izin sakit setiap minggu ketiga. Dari data yang kutemui, terdapat surat dari Rumah Sakit yang tertera Rangga butuh waktu istirahat selama satu hari. Aku semakin heran, Rangga tidak pernah menceritakan apapun tentang kesehatannya, setiap kutanya ia selalu mengalihkan pembicaraanku. Lagi-lagi nama Rangga tertera dilayar handphone ku tanda ada pesan masuk darinya.
Bagaimana harimu dihari yang cerah ini sayang? Semoga Tuhan selalu memberikanmu kesehatan.
Secerah cintaku padamu sayang ;p –Balasku menyimpan beribu pertanyaan.
Pesan demi pesan saling kami tukarkan. Menceritakan tentang hari ini. Menghabiskan malam lewat genggaman telepon hingga kami terkantuk-kantuk. Malam ini aku masih ditemani olehnya walau hanya lewat telepon. Ia menecritakan tentang kecintaannya terhadap kota Mekah yang berada di Saudi Arabia.
“Aku ingin sekali kesana bersamamu dan bersama keluarga kita. Menunaikan haji bersama disana” Ucap Rangga lembut yang berhasil menyentuh hatiku.
Muhammad Rangga Raihan, seorang lelaki satu-satunya yang dekat denganku yang sangat mencintai Islam. Ketaatannya terhadap Agama yang selalu membuat cintaku terhadapnya semakin hari semakin bertambah. Ia selalu mengingatkanu beribadah walau dirinya sedang sakit. Aku selalu berterima kasih dan sangat berterima kasih kepada Allah karena telah memberiak dia untukku. Walau entah kami dapat bersama selamanya atau tidak. Tetapi ku berharap kami dapat bersama selamanya.


“Ca, Van, ke kantin yuk! Laper banget nih.” Ucap Tasya manja sambil menggoyangkan tanganku dan Vanya yang sedang duduk dibangku depan kelas.
Vanya Putri Rembulan dan Camelia Tasya, mereka adalah sahabatku di Sekolah dan dimanapun. Dan tak terkira, dua tahun kami bersama dalam satu ruang yang sama; kelas IPS 1. Kami selalu bersama disekolah, tetapi aku juga menyempatkan waktu untuk bersama dengan Rangga disekolah. Dan aku, Alyssa Intan Wardoyo biasa dipanggil dengan sebutan Ica, keturunan keluarga Wardoyo-Kakekku dari suku Jawa Solo yang kini tinggal ditengah Ibu Kota Jakarta. Bersekolah di SMP Negeri lalu melanjutkan ke SMA Cendrawasih. Memang tidak mudah beradaptasi di Sekolah yang favorite seperti ini. Tapi berkat keluargaku, sahabatku, dan Rangga, aku berhasil menyesuaikan diriku berkat dukungan dari mereka.
“Yaudah yuk, kebetulan aku lagi nggak bawa bekal, biasa deh lagi home alone ditinggal bokap nyokap dinas diluar” Jawabku.
“Wah kayaknya aku bisa nginep nih” Balas Vanya.
“Hahaha, bisa bisa, mau kapan sih? Haha”
“Ih yaudah nanti aja ngobrolnya sih, mending ke kantin dulu” Ucap Tasya yang sudah tak sabar untuk ke kantin.
“Yaelah emang ada siapa sih, banyak banget sih cowoknya” Balas Vanya meledek.
Aku, Tasya, dan Vanya duduk dibangku yang terletak ditengah kantin. Seperti biasa, Vanya selalu tak menghabiskan makanannya karena sedang proses Diet yang tak selesai-selesai.
“Ca, Van, aku duluan ya. Buru-buru nih mau ngasih tugas, tadi kelupaan” Ucap Tasya.
“Yaudah gih sana, lagian pake lupa segala” balas Vanya ketus karena sudah sangat kenyang dengan alasan Tasya setiap kali sedang ngobrol-ngobrol dikantin.
Tasya langsung bergegas keluar kantin, dan meinggalkan cardigan tosca yang ia bawa saat ke kantin.
“Loh, Ica sudah putus sama Rangga?” Ucap salah satu teman sekelas Rangga.
“Masih, kok. Emang Rangga bilang sudah putus?”
“Ya, nggak sih, tapi yaudahlah lupain aja ca, hehe”
Akhir-akhir ini teman-temannya Rangga sering membuatku kesal. Mengucapkan kata-kata yang aneh yang selalu memancing emosiku. Memang aku dan Rangga kini di sekolah sudah jarang bertemu, paling hanya saat berangkat dan pulang sekolah aku bersamanya.
“Udah yuk Van kita keluar aja, bete lama-lama dikantin” Ucapku dan segera meninggalkan kantin diikuti dengan Vanya.
“Eh, anterin aku ke perpustakaan yuk, Ca. Mau ambil Mp4 aku yang tertinggal kemarin”
“Yuk”
Letak perpustakaan disekolahku memang agak terpencil, terletak dipojok dan harus melewati lorong OSIS yang menjengkelkan. Saat aku dan Tasya ingin memasuki lorong OSIS, tiba-tiba aku melihat Rangga menyium pipi Tasya lalu mereka saling berpelukan. Sungguh hatiku hancur saat itu. Air mataku menetes dan aku langsung berlari meninggalkan Vanya yang tadi sedang bersamaku.
“Ah, kalian berdua keterlaluan!” Ucap Vanya dengan nada tinggi mengarah ke Rangga dan Tasya dan.
“Ica tunggu!” Lanjut Tasya memanggilku dan mengejarku.
            Sepulang sekolah, Rangga menghampiri meja kelasku. Buru-buru aku membereskan barang-barangku dan langsung bergegas keluar.
“Nggak gitu, Ca” Ucap Rangga sambil menarik tanganku.
            Aku lepaskan tangannya dan aku langsung pergi meninggalkan dia dikelasku. Aku tak ingin bertemu dengannya, aku merasa kesal dengannya, hatiku sakit. Dikhianati oleh pacar dan sahabatku sendiri. Tidak berartikah tiga tahun ini? Membangun cinta bersama dengan menerima segala kekurangan dan kelebihan diantara kita. Apa arti aku dihatimu selama ini. –Batinku.


            Sejak kejadian itu, hari-hariku menjadi sepi. Rangga tak lagi menghampiriku dan tak memberi kejelasan. Tasya bersama kekasih barunya, melupakan aku dan Vanya. Cinta, sahabat, semuanya hancur. Kepercayaan itu, sirna. Hanya Vanya yang menemaniku, merelakan bajunya basah karena tangisanku dipelukannya.
            Dua minggu sudah aku tidak bertemu Rangga. Aku mencoba bertanya kepada teman-teman kelasnya, tapi tak ada yang mengetahuinya karena dia tak memberi kabar ke sekolah. Handphone ku berbunyi dan ada pesan dari Kesya-Adiknya Rangga.
Kak Ica dimana? Bisa ke Rumah Sakit Persada sekarang? Aku tunggu ya, diruang ICU Lt. 2. Penting.
Seperti ada belati yang menusuk tajam hatiku saat menerima pesan dari Kesya. Rasa takut dan khawatir merasuki rongga jiwaku.
“Van, adiknya Rangga kok sms begini ya? Aku takut ada yang terjadi dengan Rangga nih, ya Allah”
“Yaampun, jangan nethink dulu Ca, coba kamu kesana gih. Hati-hati ya” Jawab Vanya.
Tanpa menjawab pembicaraan Vanya aku langsung pergi meninggalkannya.


            Tubuhku lemas tersender di dinding ruang ICU  Rumah Sakit Persada. Ia baru saja melihat tubuh Rangga terbaring tak berdaya di atas kasur pasien. Entah apa sakit yang di derita oleh Rangga.
            Disudut ruangan terlihat keluarga Rangga dengan muka yang khawatir. Melihat dokter yang keluar dari kamar Rangga, Ibunya dan Kesya menangis tak karuan. Tiba-tiba tantenya menghampiriku.
“Ica, sudah berapa lama kamu dengan Rangga?”
“Alhamdulillah sudah tiga tahun, tante”
“Cukup lama ya”
“Alhamdulillah tan, tadi dokter bicara apa tan?” Tanyaku dengan penuh kekhawatiran
“Hmm Rangga sudah tidak ada Ca. Barusan dia pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Sudah lama Rangga mengidap penyakit kanker darah atau yang biasa dikenal dengan sebutan leukemia. Dan itu, sudah stadium akhir. Dan kini, Sang Pencipta telah memintanya untuk kembali padanya.” Ucap tante Rangga sambil meneteskan air mata.
“Astaghfirullah Ranggaaa” Aku langsung berlari memasuki ruang ICU, tak peduli akan peraturan yang ada di Rumah Sakit tersebut.
            Tubuhnya sudah tak berdaya. Air mataku mengalir deras tak karuan. Aku memeluk Rangga kuat. Aku menangis ditubuhnya. Sungguh hancur hatiku kehilangan seseorang yang sangat kucintai untuk selamanya. Rangga; semangatku. Kini pergi meninggalkanku. Tepat pada tanggal empat belas dan pada pukul dua belas malam lewat delapan detik ia meninggalkan ku untuk selamanya. Dan didelapan detik pertama pada hari ini, ia tak lagi mengucapkan cintanya kepadaku melainkan mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya padaku.
            Aku masih belum percaya bahwa ia telah meninggalkanku. Bayangan dirinya masih teringat jelas di pikiranku. Sosoknya selalu datang kedalam mimpiku. Sungguh sulit untuk menjalani ini. 


Sebulan sudah kepergian Rangga dari hariku dan dari dunia ini. Aku berziarah ke kuburan Rangga, tempat tinggal ia saat ini. Ku bersihkan kuburannya, ku sirami dengan air mawar, ku taburkan bunga diatasnya dengan membentuk love. Air mataku mengalir deras sambil membacakan doa untuknya. Dan hari ini adalah tanggal empat belas untuk yang ke tiga puluh delapan. Aku masih menyimpan surat yang ia titipkan kepada Kesya untukku.


Untukmu ratu masa depanku, Alyssa

          Sebelumnya aku ingin meminta maaf akan perbuatanku tempo hari. Aku tahu hatimu sangat terluka saat melihat kejadian itu. Kamu langsung berlari dan meneteskan air matamu begitu deras. Saat sepulang sekolah aku menghampirimu untuk menjelaskan semuanya dan aku ingin meminta doamu.

Alyssaku,
Maafkan aku yang telah mengecewakanmu. 
Aku seperti itu karena aku tidak ingin melihat kamu sedih saat melihatku terbaring lemah di tempat tidur, 
Aku tidak ingin kamu menangis hanya karena penyakitku ini, 
Dan aku seperti itu berusaha membuatmu agar benci padaku supaya kamu tidak merasa kehilangan saat aku telah tiada nanti.

Alyssaku, 
Maafkan aku yang tidak jujur tentang penyakit yang telah lama diderita olehku. 
Aku tak ingin membuatmu menjadi kepikiran akan penyakitku, 
Aku tak ingin menambah beban pikiranmu, 
Dan aku tak ingin merepotkanmu  hanya karena penyakitku.

Alyssaku, 
Maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu, 
Yang belum bisa mengajakmu dan keluarga kita untuk pergi bersama ke tanah suci Mekah, 
Dan maafkan aku yang belum bisa memberikanmu sebuah mahar.

Alyssaku, 
Kamu adalah  delapan detik pertama dalam hariku. 
Kau tahu mengapa? 
Karena angka delapan merupakan angka yang tak pernah putus,
Dan ia memiliki banyak arti; seperti dirimu.

Alyssaku, 
Aku ingin meminta do’amu untukku saat aku telah tiada, 
Saat nyawaku tak lagi didunia ini, 
Dan saat Sang Pencinpta memintaku untuk kembali padanya.

Alyssaku, 
Aku sangat mencintaimu. 
Semoga kau tak akan lupa akan diriku saat ku telah tiada nanti. 
Dan semoga setelah sukses nanti, kamu bisa melanjutkan cita-citaku untuk pergi ke tanah suci Mekah.


Dari seseorang yang selalu mencintaimu
dalam hidupnya,


Rangga

Sabtu, 07 Februari 2015

Tanggal Tujuh di Bulan ke Tujuh



Pipi tirus, hidung mancung, dengan kulit setengah sawo matang, dan behel yang berwarna hijau kebiruan. Garis wajahmu masih sangat teringat di benak dan otakku. Kasih sayangmu masih kurasa hingga saat ini. Walau kamu sudah pergi dari jauh-jauh hari. Entah sudah orang keberapa yang kamu ambil hatinya, tapi disini aku masih belum bisa menggantikan sosokmu yang telah hilang dari hari-hariku. Mungkin perkenalan kita yang singkat membuat hubungan kita menjadi ikut singkat. Apakah ini yang dinamakan cinta instan? Yang hanya datang tiba-tiba dengan membawa segala ucapan cinta, mengajakku terbang melayang hingga ke bulan dan memberikan segala ketenangan serta kasih sayang yang ada disana, tetapi saat itu juga tiba-tiba kamu menghilang entah kemana lalu mendorongku hingga kuterjatuh kejurang yang terdalam. Tak ada seorangpun yang mengetahuinya. Nafasku terengah-engah, jantungku sekejap berhenti berdetak, dan tubuhku lemas tak karuan hingga tak berdaya. Inikah arti ucapan cinta dan tak mau kehilangan yang kau berikan kepadaku? Sungguh hatiku sakit.
Tidakkah kau sadar, disini ada aku yang selalu menyebutkan namamu dalam do’a, menggambarkan wajahmu di setiap halaman buku sketsaku, dan selalu memperhatikanmu dari kejauhan. Jarak, ya. Ini yang sedang ku pelajari disetiap hari-hariku. Kamu sudah menjaga jarak denganku yang entah seberapa jauh itu. Tetapi aku masih belum bisa menerima kenyataan yang ada. Aku masih belum bisa memberikan tambahan jarak dihatiku agar terlepas dari bayang-bayangmu. Mungkin kau hanya menganggapku perempuan yang terlalu berlebihan memberikan rasa, ya, kau bilang ini berlebihan. Seandainya kamu tahu bagaimana rasa sayang yang tiba-tiba menjadi benci yang kini telah kau berikan kepadaku. Kau ungkapkan rasa kekesalanmu kepadaku. Aku tahu, ini bukan sifatmu. Kamu tak akan menjadi seperti ini kepadaku jika tak ada seseorang yang menceritakan hal bodoh tentangku kepadamu. Aku hanya bisa diam. Seolah hal itu tak ku ketahui. Berpura-pura dengan segala kesakitan yang ada. Ya, berpura-pura memang sangat menyakitkan.
Luka ini belum sembuh. Masih dalam tahap pengobatan. Tetapi belum ada yang berhasil mengobatinya. Kau tahu? Segaris senyuman yang kau berikan pada saat beberapa hari lalu mampu membuat luka itu terobati walau hanya sedikit. Sapaanmu memberikan ketenangan dihatiku. Entah bagaimana dengan kamu. Aku rindu dengan sosokmu yang selalu menenangkan hari-hariku, memberikan semangat disetiap harinya, dan memberikan berjuta kasih sayang disetiap detiknya. Semangatku; kamu. Terkadang tiba-tiba aku terbayang akan bisikan manismu. Tapi apa yang bisa kulakuan? Aku hanya bisa terdiam, memerhatikanmu dari kejauhan. Kamu dengan pasangan barumu, dan aku dengan kenangan kita. Ah, mungkin bukan kita, tapi lebih tepatnya hanya aku dan bayangmu yang dulu.
            Ditengah kertas-kertas yang tertuliskan namamu dan tumpukan buku sketsa yang penuh dengan gambar wajahmu. Aku menulis ini. Ditemani lagu yang selalu kita putar saat sedang berdua serta kenangan yang tak hentinya membantuku menuangkan perasaan yang ada saat ini kedalam laptop yang selalu menemaniku. Ditanggal tujuh pada bulan ke tujuh ini, aku berhenti berharap, karena ku yakin luka dapat mendewasakanku. Dan dengan luka sesakit ini, aku berterima kasih. Aku menjadi lebih sering menuangkan karyaku, lebih banyak dari biasanya.