Sabtu, 02 Agustus 2014

Pelangi Tak Berwarna



H
ujan, dimana setiap orang merasakan kesunyiannya. Putri yang sedang menikmati gemericik hujan serta diselimuti dinginnya kala itu membuat ia semakin memikirkan perintah ayahnya untuk memilih Sekolah Menengah Kejuruan; SMK, sebagai lanjutan tingkat sekolahnya.
 Memilih jurusan akuntansi sebagai bidang keahliannya merupakan hal yang sangat dipertimbangkan olehnya, demi seorang ayah yang sangat menginginkan anaknya sebagai seorang akuntan. Jurusan akuntansi itu tidak mudah, harus teliti, jujur, dan bertanggungjawab. Etika seorang akuntan pun berbanding terbalik dengan sifat gadis ini. Gadis kecil yang satu ini merupakan seseorang yang sangat ceroboh, sering mengabaikan hal yang menurutnya tidak penting, dan tidak pernah mau untuk berkenalan duluan dengan seseorang yang belum ia kenal. Dia lebih suka diajak kenalan daripada ia yang mengajak. Sifat ini sangat kental dengannya karena ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Tetapi dibalik itu semua, tersimpan bakat melukis yang melekat didirinya.
Seringkali Putri membuat kegaduhan seisi rumah karena kemanjaannya yang membuat seluruh kakaknya merasa iri dengannya. Ibu dari empat bersaudara ini telah lama meninggal, sejak Putri baru dilahirkan didunia ini ibunya mempertaruhkan nyawanya demi sang kecil dapat hidup didunia ini. Itulah yang menyebabkan kakak pertamanya-Elin- sangat membencinya. Tapi Putri tidak pernah mengetahui kalau ibunya telah meninggal hanya karena untuk dirinya dapat hidup di dunia ini. Dia hanya tahu ibunya meninggal karena sakit. Tidak ada yang memberitahunya, semuanya mencoba untuk menutupinya.
            Hari pertama Masa Orientasi Siswa dimulai, diawali dengan upacara apel pagi yang membuat setiap siswa yang berada dilapangan itu merasakan pusing, panas, bosan, dan kesal dengan seluruh teguran kakak kelas. Tiba-tiba Putri yang sedang mengikuti alurnya upacara terjatuh pingsan dan tak sadarkan diri. Suara keberisikan yang begitu mencengangkan di dalam UKS membuatnya terbangun dan mulai sadar. Disampingnya ia lihat ada seorang lelaki yang sama sekali tidak ia kenal. Bertubuh tinggi, putih, memiliki rambut agak spike, beralis tebal, dan hidung yang mancung. Lelaki itu tersenyum saat melihat putri sadar, lalu menyodorkan tangannya dan memberikan segelas teh hangat kepadanya.
           “Ini, diminum dulu supaya badan kamu enakan” lelaki itu memulai pembicaraan
           “Iya makasih” putri yang masih setengah sadar menanggapi pembicaraannya.
          “Oke, sama-sama. Lain kali kalau kamu tidak kuat langsung bilang saja ke OSIS jangan menyusahkan seperti ini.” Balasnya ketus.
Hey, apa-apaaan ini dijawab baik-baik malah dibalas jutek  seperti itu, bisiknya kesal dalam hati Putri. Upacara APEL pagi telah selesai dan keadaan Putri yang mulai membaik sehingga ia harus meninggalkan UKS dan kembali ke kelasnya. Tiba-tiba dikelasnya, datanglah seorang kakak kelas yang tadi memberikan segelas teh hangat kepadanya di UKS. Putri merasa kesal dengan kedatangannya. Walaupun terlihat hampir sempurna di setiap mata wanita, tetapi berbeda dengan anggapan Putri, dia masih seorang lelaki yang menyebalkan yang pernah ia temui pertama kali di sekolah ini.
“Kakak kelas itu ganteng banget ya, eksis lagi. Wihhh idaman banget ya” Gumam seorang teman yang duduk disebelah bangku Putri sambil tersenyum-senyum.
“Tapi sikapnya tidak sebaik wajahnya. Kelihatannya sih baik, coba aja kamu ajak bicara, pasti sangat menyebalkan.” Balas ku.
“Loh? Kamu ini kenapa? Lelaki setampan dia tidak mungkin seperti itu. Tuh, lihat saja rambutnya keatas gitu. Kece banget sumpah” Lanjut Cika teman sebangku putri yang entah kenapa ia sangat mengagumi lelaki yang menurut Putri sangat menyebalkan itu.

***
Bel pulang sekolah telah berbunyi dan menandakan jam pelajaran terakhir telah selesai dan siswa diharapkan agar kembali kerumahnya masing-masing. Tetapi berbeda dengan para peserta MOS mereka masih harus menjalani upacara apel yang sangat menguji kesabaran setiap siswa yang berada di lapangan. Seluruh OSIS begitu seenaknya memberikan wejangan yang menurut Putri sangatlah basi. Semua orang juga tau kali kalau yang muda itu harus menghormati yang lebih tua, tapi kalo yang tua terlalu gila hormat nggak wajar juga. Batin putri pun menggerutu kesal. Teriknya panas matahari kala itu sangat mendukung kakak kelas untuk menghukum peserta MOS. Putri semakin kesal, raut wajah yang ditekuk dan bercucuran oleh keringat sangat menandakan bahwa ia sudah terlalu lelah untuk terus berdiri di bawah sinar matahari langsung.
         “Engga haus apa tuh kakak kelas ngomong mulu. Udah tau panas, capek, engga ngerti  keadaan banget sih.” Seorang lelaki berketurunan arab berbicara dengan nada kesal.
 “Iya tuh, ngeselin banget ya” Lanjut Putri yang tiba-tiba spontan melanjutkan pembicaraannya.
 “Hey kamu, sehati banget ya kita. Kenalan boleh? Aku Faiz dari kelas 10-3” Lelaki itu menengok dan mencoba berdiri mendekati Putri.
 “Ih apaan sih, SKSD banget kamu!” Jawab Putri yang sedari tadi badmood karena ocehan kakak kelasnya di UKS tadi.
 “Oh gitu nih? Jangan jutek gitu jadi cewek. Nanti semua cowok takut lho yang mau deketin kamu” balasnya merayu.
 “Kamu tuh ya, baru pertama ketemu aku aja udah ngeselin banget. Udah nilai-nilai aku  segala lagi!” jawabnya ketus.
***
         “Kakak kelas yang di UKS tadi ganteng juga ya, baik banget lagi udah kasih aku minuman, tetapi lelaki arab tadi ganteng juga ya, senyumnya manis banget...” Batin putri sambil senyum-senyum sendirian mengagumi lelaki tampan tersebut.
“Ettts, ngapain kamu senyum-senyum sendirian? Cieee, udah dapet gebetan ya di sekolah barunya?” Ledek Cindy kakak kedua Putri.
“Ih, apaan sih kakak. Nggak banget ya senyum-senyum gara-gara siswa di sekolah itu. Sampai kapanpun aku nggak akan pernah srek masuk sekolah itu!” jawab Putri mengelak.
           “Loh kenapa? Kan kamu sendiri yang menentukan masuk situ...”
         “Hey kalian ini, sudah malam masih saja ribut. Putri sana kamu masuk ke kamar besok masih harus sekolah, Cindy juga sana cepat ke kamar besok kan kamu juga harus masuk untuk mengospek adik-adik kelasmu” celetuk ayahnya yang daritadi terlihat pusing mendengar perselisihan kakak beradik ini.
***
Masa Orientasi Siswa telah berakhir, siswa baru di sekolah itu merasakan kemerdekaan karena telah selesai berhadapan dengan kakak kelas yang sangat menjengkelkan. Berbeda dengan putri, ia merasa seperti ada sesuatu yang hilang. Kakak kelas yang telah menolongnya saat ia di UKS, tidak terlihat sama sekali. Mencari-cari tanpa bertanya dengan siapapun, dan hasilnya nihil. Ia sama sekali tidak menemukan lelaki itu.  
“Hey, aku boleh duduk sebangku denganmu?” Seorang anak perempuan dengan rambut sebahu tiba-tiba menepuk pundaknya dan bertanya.
            “Hmm, iya boleh silahkan” Putri merasa bingung karena yang menepuk pundaknya bukan seseorang yang ia harapkan.
      Pelajaran pertama dimulai, dan putri masih saja memikirkan kakak kelas yang telah berhasil membuatnya selalu memikirkan sosoknya.
            “Hey nama kamu siapa? Dari sekolah mana?” tanya seseorang yang duduk sebangku dengannya.
            “Nama aku Putri dari SMP Cendrawasih, nama kamu sendiri ?” Balas Putri.
            “Aku Citra dari SMP Harapan 1” Jawabnya dengan wajah senangnya.
Setelah lama berbincang tentang perkenalan dua siswi yang duduk sebangku ini. Tiba-tiba putri terkejut melihat kearah jendela dan ada seorang lelaki yang telah dinantinya sejak tadi, sedang berjalan melewati di depan kelasnya. Dia adalah lelaki yang telah ia tunggu saat mos berakhir.
 “Loh, loh. Kamu kenapa? Kok melihatnya segitunya? Cieee kamu suka yaa?” Celoteh citra meledeknya.
            “Ih engga, aku seneng aja kalau lihat dia,  hehe..” jawab Putri sambil tersenyum malu.
            “Kamu bisa aja ngelesnya, aku bisa lihat kali dari gerak-gerik matamu kalau sedang lihat dia. Ciee...” Citra meledek Putri dan tertawa.
Putri tersenyum sendiri, sekejap terdiam, dan tak bisa mengelak dengan ledekan Citra teman sebangkunya. Ya, Citra benar, tanpa Putri sadari ternyata ia menyukainya, diam-diam ia mencintainya. Semakin hari Putri semakin bahagia akan sosok yang membuatnya jatuh cinta, ia semakin semangat untuk pergi ke sekolah. Kakak kelas itu  menjadi sumber energi Putri untuk berangkat ke sekolah. Setiap melihatnya, hati Putri selalu berdebar begitu kencang, salah tingkah, dan entah apa yang  ia rasakan saat berada tepat disampingnya. Seperti sedang menaiki jetcoster yang melambung tinggi, dan  ketika sampai puncaknya tak berharap untuk turun.
            “Hey, kamu masuk kelas 10 berapa?” Tanya seorang lelaki bertubuh tinggi putih yang telah lama Putri nantikan kedatangan dirinya, ia berdiri disamping Putri saat di perpustakaan.
              “Hmm kelas 10 Akuntansi 2 kak” Jawab Putri gugup.
            “Oh, anak akuntansi juga? Kenalin nama aku Vino dari kelas 12 Akuntansi 1, nama kamu siapa?” Lelaki itupun tersenyum sambil mengulurkan tangannya ke arah Putri.
            “Nama aku Putri, kak.. ” Jawabnya semakin gugup. Berada disamping lelaki itu membuat Putri salah tingkah.
          “Nggak usah gerogi gitu kali put, biasa aja. Keliatannya daritadi gugup banget ngomong sama aku, hehe” Balas Vino yang sambil meletakan buku bacaannya ke lemari buku.
Perbincangan mereka berlangsung lama, memakan waktu selama istirahat kedua berlangsung. Mereka saling bertukar cerita, perbincangan mereka terlihat sangat asik seperti sudah lama berkenalan padahal belum satu jam perkenalan mereka berlangsung. Berbagi canda dan tawa, di selang pembicaraan mereka tiba-tiba Vino meminta nomor telepon dan pin BBM Putri, dan Putri memberinya karena merasa tidak enak hati. Sebenarnya yang seperti ini lah yang sangat tidak disukai Putri dari seorang lelaki; baru kenal langsung menanyakan nomor telepon dan pin BBM.  

***
Bel pun berbunyi tanda istirahat telah selesai, Putri dan Vino berjalan bersama menuju kelasnya masing-masing. Berhubung Putri dan Vino satu jurusan, jadi kelas mereka berdua tidak berjarak terlalu jauh. Saat sedang berjalan tiba-tiba ada seorang kakak kelas perempuan yang memerhatikan langkah Putri dari jauh begitu sinis. Seperti ada suatu hal yang aneh, Putri pun sedikit menjaga jaraknya dengan Vino.
            “Hmm udah sampai nih dikelas kamu, masuk gih sebelum guru bidang studi dateng. Aku balik ke kelas dulu, ya.” Ucap Vino sambil mengusapkan rambut Putri.
            “Iya kak, makasih ya udah di anter sampai sini” Jawab Putri sambil tersenyum malu dan agak salah tingkah dengan sikap Vino .
Selama pelajaran berlangsung, Putri selalu senyum-senyum sendiri seperti orang yang baru merasakan jatuh cinta. Ya tuhan, apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? awalnya aku membencinya tetapi mengapa hati ini selalu menyuarakan akan dirinya. Hati ini selalu merindukannya saat kami tak sedang berdekatan. Ya tuhan, tolong jaga hati dan perasaan ini. – Ucap Putri dalam hati.
“Put, besok malam kamu ada acara nggak?” tiba-tiba nama ‘Kak Vino’ terpampang jelas di layar kaca handphone Putri menandakan ada pesan masuk darinya.
“Hmm liat besok ya kak. Aku izin ayah dulu.” Balas Putri
“Oke kalau gitu, kabarin ya.” Balas seorang lelaki diujung telepon sana.
“Ini anak daritadi senyam senyum sendiri, kamu kenapa sih put? Lagi jatuh cinta nih aku rasa” Tanya Citra dengan nada yang penasaran.
“Apasih Cit, nggak kok. Aku seneng aja tadi bisa berduaan sama kak Vino hehe” Jawab Putri tersimpul malu.
“Demi apa?!!! Kok lo bisa berduaan sama kak Vino? Duh, hati-hati Put, dia itu kan mantannya kak Silvia, kakak kelas yang super duper nyeremin itu Iho...” Ucap Citra dengan nada kaget, dan panik seperti orang yang ketakutan.
“Tuh kan Put, dibilang apa. Mending sama aku aja sini, udah jelas kan. Nggak akan ada yang nyaingin kamu di hati aku put...” celetuk Faiz merayu dibelakang Putri.
“Ih apaan sih kamu nyambung aja. Jangan harap ya aku mau sama orang modus kayak kamu!” Jawab Putri ketus.

***

    Kriiing... Bel sekolah telah berbunyi, menandakan jam pelajaran telah berakhir. Putri bergegas membereskan seisi tasnya dan langsung keluar kelas hanya ingin melihat seorang kakak kelas yang membuatnya menjadi seperti orang yg dirundung cinta. Putri berjalan disepanjang koridor jurusan akuntasi. Tetapi tanda-tanda dari Vino pun tidak ada. Ketika melewati kelas 12 akuntansi 3, Putri melihat Vino yang sedang asik bermesraan dengan kakak kelas yang saat istirahat tadi memerhatikan Putri dengan begitu sinis; Silvia.
    
                    Ya tuhan, aku harap ini bukan kenyataan.

Putri berjalan kearah loby dengan langkah tanpa semangat, senyuman di bibir Putri hilang begitu saja seakan ada angin yang dengan cepatnya merubah senyuman gadis ini, dan wajahnya terlihat murung. Tiba-tiba ada seseorang yang berlari dan menuju ke arah Putri.

 “Hey put, keliatannya lemes banget. Kamu kenapa?” Tanya Vino peduli, sambil menepuk pundak Putri.

“Nggak kenapa-kenapa kok, kak. Masih kebawa pusing aja sama pelajaran akuntansi tadi, hehe...” Jawabnya dengan menyimpan segala rasa sakit dihatinya karena cemburu melihat Vino bersama Silvia kakak kelasnya.

  “Ya ampun, dikirain kenapa. Akuntansi mah nggak usah dibawa pusing, put. Yang penting paham” Balas Vino agak sedikit meledek Putri sambil tertawa kecil.

“Hmm iya, kak” Jawab Putri dengan nada acuh tak acuh.

“Bete banget sih keliatannya. Mau pulang bareng nggak?” Tanya Vino sambil memberi tawaran untuk pulang bareng kepada Putri.

 “Nggak usah kak, makasih. Nanti pacarnya marah lagi.” Jawab Putri sambil tersenyum sinis kepada Vino.

 “Loh, mana pacar sih, put? Perasaan semua sama aja deh, semua perempuan yang deket sama aku cuma sebatas teman , haha.”  Ledek Vino sambil merayu Putri.

 “Iya deh percaya sama kakak” Jawab Putri terlihat mengabaikan pembicaraan ini.

 “Hmm yaudah mau bareng nggak nih?” Tanya Vino meyakini Putri.

 “Aku nunggu jemputan aja, kak. Lain kali aja, ya. Makasih tawarannya” Jawab Putri tak semangat seakan mengabaikan perbincangan ini dan langsung meninggalkan Vino begitu saja.

“Hmm okey, sama-sama...” Balas Vino yang terkejut melihat Putri yang menurutnya bersikap tidak seperti biasanya.

***
Baru saja aku merasakan cinta pada pandangan pertama. Merasakan api yang berkobar begitu hebatnya saat sedang bersamanya. Tetapi tiba-tiba ku rasakan kecemburuan yang tak kalah hebatnya. Melihatnya bermesraan dengan wanita lain. Bukan hak ku memang, tetapi apakah ia tidak bisa menjaga sedikit saja perasaan ku. Cerita, canda, dan tawa yang tadi ia bagikan bersamaku, aku merasa seolah dia memiliki rasa kepadaku. Bodoh, mungkin hanya aku saja yang ke ge’eran. Lelaki semacam dia pasti tak ada yang serius dengan masalah cinta. Aku nggak boleh terlalu berharap.

           “Gimana tadi di sekolah , nak? Menyenangkan bukan memiliki banyak teman baru?” Tanya ayah Putri yang tiba-tiba mendekati putri bungsunya ini yang sedari tadi melamun di teras belakang sambil meratapi rintik-rintik hujan kala itu.
            “Tidak, ayah... Sepertinya aku mulai merasa nggak betah di sekolah itu. Jiwa ku seperti tak menyatu dengan sekolah itu. Aku ingin pindah aja, yah.” Jawab Putri sambil membenarkan posisi duduknya.
          “Loh, kenapa? Bukannya seminggu ini kamu semangat banget untuk berangkat ke sekolah?” ayahnya berbalik tanya heran dengan alis yang dinaikan .
          “Dia itu lagi ngerasain jatuh cinta yah, makanya semangat banget buat sekolah. Kalau dia minta pindah, berarti dia lagi ngerasain pahitnya cinta. Sudahlah yah, anak kayak gitu mah mudah di tebak sikapnya” Celetuk Elin; kakak pertama Putri.
          “Sudahlah, Elin, jangan seperti itu pada adiknya.” Balas ayahnya membujuk seakan membuat percikan api kecil yang di lontarkan Elin padam agar tidak terjadi ke gaduhan antara kakak beradik yang tidak pernah akur ini.
         Putri langsung meninggalkan ayah dan kakak pertamanya itu. Berjalannya waktu Putri merasa panas dan tidak betah dengan situasi rumah yang semakin hari semakin jauh dari dirinya. Tak ada seorang pun yang mengerti dirinya. Keluarganya terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Sehingga membuat Putri selalu memendam apa yang dia rasakan.
***
Cause all of me, loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections

           Tiba-tiba handphone Putri berdering dan terpampang jelas nama ‘Kak Vino’ di layar handphone-nya. Buru-buru Putri mempercepat langkahnya menuju kamarnya dan mengunci rapat-rapat.

            “Hallo, put. Lagi apa?” Sapa  Vino mengawali pembicaraan.

            “Hey kak. Lagi duduk aja nih, ada apa ya, kok tumben telpon aku?” Jawab Putri.

            “Hmm lupa ya? gimana untuk malam ini? Boleh keluar nggak sama ayah?” Vino kembali bertanya, mengingatkan ajakannya siang tadi kepada Putri.

            “Maaf, kak, kayaknya nggak bisa deh. Lagi ada masalah dirumah. Maaf, ya.” Jawab Putri menolak ajakannya sambil menutupi keadaan keluarganya.

            “Masalah apa emangnya? Mungkin dengan jalan nanti kamu bisa lebih fresh. Sayang lho wajah cantiknya dibaluti kemurungan terus gitu” Vino berusaha merayu Putri.

            “Hmm liat nanti deh, kak.” Putri mulai bingung.

        “Yasudah kalo nanti berubah pikiran kabarin aku, ya. Bye...” Jawab Vino dengan beribu harapan dihatinya agar Putri berubah pikiran dan mau jalan dengannya.

            “Oke, kak. Bye.” Balas Putri dan langsung memutuskan sambungan teleponnya.

            Matahari mulai meredupkan cahayanya. Bulir-bulir air hujan semakin deras berjatuhan ke muka bumi ini. Suasana dirumah Putri semakin sunyi. Satu persatu, kakak-kakaknya pergi meninggalkan rumah dengan membawa segala kesibukan mereka. Begitu pula dengan Ayah-nya, seringkali ia meninggalkan rumah hanya karena ada meetting dadakan dengan client-nya. Hanya ada Mba Ijah; seorang pembantu rumah tangga yang selalu menemani Putri setiap kali dirinya ditinggal pergi oleh keluarga nya. Melihat kondisi rumah yang seperti ini, membuat Putri merubah pikirannya, ia berubah pikiran dan menerima ajakan Vino untuk pergi bersamanya malam nanti.

         “Halo, kak. Kayaknya aku berubah pikiran, nih.” Putri memulai pembicaraan melalui telepon.

      “Halo juga, put. Berubah pikiran? Berarti malam ini kamu bisa jalan sama aku? Akhirnya...”jawab Vino dengan penuh bahagia.

              “Hmm iya, kak. Orang rumah pada pergi. Sepi juga kalau dirumah Cuma sama Mba”

           “Oh gitu, okedeh. Sekitar jam 7 nanti aku jemput kamu, ya. Aku tunggu di depan komplek.”

            “Oke, kak” Putri mengakhiri pembicaraan.

***
Malam itu Putri dan Vino menghabiskan waktu bersama di salah satu kafe, yang terletak di tengah-tengah kota Jakarta; Kemang. Putri dan Vino menempati meja special yang berada tak jauh dari letaknya panggung, dengan suasana iringan lagu jazz  romantic menemani kebersamaan mereka. Dengan tatapan mata mereka yang saling bertemu, Vino pun menggenggam tangan Putri secara perlahan dengan sentuhan kata-kata indah yang terucap dari bibir manis Vino. Dengan penuh bahagia dan terkejut Putri pun seakan terbawa suasana, dan terharu, Putri merasakan sebuah kebahagiaan yang belum ia rasakan sebelumnya.

“Putri... makasih ya kamu udah mau dateng keundanganku, aku akan selalu ada untukmu disaat kamu membutuhkanku, aku janji aku nggak akan biarkan simpulan senyum kamu terlepas begitu aja” rayu dan janji Vino sambil menatap ke arah putri.

“Makasih ya kak, udah membuat malam yang special banget buat aku dan kesepianku dirumah seakan sirna dengan kehadiran kakak...” ucap Putri dengan air mata terharu dengan kata-kata.

           “Kok Putri malah nangis,coba tunjukin ke aku simpul senyum kamu...” Bujuk Vino sambil menghapus air mata yang menetes di pipi Putri.

           Bulanpun ikut tersenyum dan semakin memancarkan cahayanya menandakan malampun semakin larut, akhirnya Vino mengantar Putri pulang menuju rumahnya. Selama diperjalanan mereka berbincang ringan. Sesekali Putri menatap mata Vino yang sedang fokus menyetir kendaraan beroda empat yang didalamnya dipenuhi dengan kaset film yang berserakan di bangku belakang. Sesampainya didepan rumah Putri, belum sempat Putri membuka pintu mobil, tiba-tiba Vino menarik tangan Putri, Vino memberikan kecupan manis di kening Putri dan memberikan sebuah coklat berbentuk love yang telah ia pesan di kafe tadi. Melihat perlakuan Vino yang seperti itu, Putri langsung membuka pintu mobil dan memberikan senyuman manis kepada Vino sambil mengucapkan “Terima kasih untuk hari ini, ku harap ini bukan mimpi ku saja”. Vino membalas senyuman itu dan menunggu Putri hingga masuk ke dalam rumahnya.

***
            Seminggu sudah kedekatan Putri dengan Vino. Tiiin tiiin .... klakson motor Vino pun berbunyi tanda Putri akan dijemput.

            “Pagi semua...” sapa Putri semangat kepada keluarganya mengawali cerahnya pagi dalam kehidupannya.

            “Pagi nak, kamu mau ayah antar ke sekolah? Tanya Ayahnya penuh perhatian.

            “Terima kasih ayah, kak Vino sudah menjemputku di gerbang, putri bareng kak Vino aja ya ayah...” jawab Putri sambil pamit dengan ciuman manis yang tertinggal di pipi sang Ayah.

            Saat diperjalanan menuju sekolah hujan deras turun membasahi daratan aspal. Putri dan Vino pun memilih berteduh di halte taman yang tak jauh dari rumah Putri. Seakan suasana berbicara menemani kebersamaan mereka.

            “Yah kamu basah ya Put?” Tanya vino penuh perhatian dan panik melihat Putri yang basah kuyup.

         “Enggak apa-apa ko kak, hanya basah sedikit aja...” Jawab Putri dengan senyum menahan dingin karena kehujanan.
       
          Dalam melihat kondisi Putri yang sedang merasakan dingin, seketika Vino memakaikan jaketnya untuk Putri dengan begitu lembutnya. Seakan simpul senyum di bibir Putri tak bisa terelakan lagi.
         Hujan pun mulai reda. Putri dan Vino pun bergegas utntuk melanjutkan perjalanannya ke sekolah.
      
            “Kak Vino... Kak Vino... liat deh keatas sebentar aja...” ucap Putri yang belum beranjak dari tempat duduknya sambil menarik tas yang dikenakan Vino.

            “Ada apa sih Putri... kamu panik banget ?” Jawab Vino heran
  
          “Kak liat deh diatas ada seutas cahaya pelangi yang berwarna-warni” ucap putri sambil melihat pelangi dengan mata yang bercerita.
  
           “Iya indah banget ya Put...” jawab Vino dengan penuh kekaguman.
  
        “Kak tau nggak, Pelangi itu seperti kakak dikehidupan aku, karena selalu hadir memberikan warna yang indah di setiap langkah kehidupan aku” ucap Putri bercerita.

           “Tapi kalau kamu bukan seperti pelangi put, Kamu itu seperti hujan, karena pelangi takkan pernah ada tanpa hadirnya hujan. Jadi kamu pun hadir mewarnai semangat hari-harinya aku...” ucap Vino berbalas cerita dengan senyum menatap pelangi yang bercahaya.

            Matahari mulai menampakan cahayanya yang sempat redup di tutupi awan mendung. Vino dan Putri bergegas menghampiri motor Vino dan mempercepat laju motornya agar segera sampai ke sekolah.
     
***
       Seiring berjalannya waktu, kebersamaan merekapun semakin dekat. Dan tanpa mereka sadari kedekatan mereka sudah sampai di penghujung perjalanan belajar Vino di sekolah itu.

        Ujian Nasional kelas 12 pun telah berakhir, Vino dan teman-teman satu angkatannya pun melaksanakan wisuda dan perpisahan tanda masa belajar mereka di sekolah itu telah berakhir. Vino pun akan melanjutkan belajarnya dengan mengambil beasiswa di Amerika.
            
             “Selamat ya kak, sudah lulus...” sapa Putri dengan memberikan hadiah tanda selamat ke Vino
            
            “Terima Kasih ya Put atas ucapan selamat dan hadiahnya, aku juga sekalian mau pamit sama kamu, aku mau melanjutkan studi di Amerika, jadi tetap pertahankan simpul senyum kamu dan buktikan kamu bisa lebih baik dari aku” balas Vino sambil tersenyum sedih dan memberikan satu set alat lukis untuk Putri.

***

Hari ini adalah hari terkahir Vino berada di Indonesia. Semua barang-barang Vino sudah dikemas dan dimasukan kedalam bagasi mobil yang ingin menuju ke Bandara Soekarno-Hatta. Putri dan keluarga Vino turut mengantar Vino ke Bandara. Selama diperjalanan Putri terdiam dan termenung, ia masih belum dapat menerima kenyataan bahwa Vino akan meninggalkan dirinya.

“Putri... aku harap simpul senyum kamu enggak akan pernah lepas, dan kamu terus mewarnai indahnya pelangi di kehidupan kamu, maafin aku yang enggak bisa lagi selalu ada untuk kamu, jaga diri kamu baik-baik ya” salam perpisahan terakhir Vino sambil memeluk Putri dan langsung menuju ke pesawat sambil melambaikan tangannya.

           Butiran air mata di pipi Putripun seakan tak tertahankan lagi, bibirnyapun sekejap membeku bingung harus berkata apa dalam perpisahan terakhirnya dengan Vino, hanya pelukan terakhirlah yang mewakili rasa hati Putri yang tak ingin jauh dari Vino.

***

      Dua tahun mereka berpisah, awalnya Putri merasa kehilangan semangatnya, namun berjalannya waktu Putri mengerti bahwa Vino takkan pernah hilang dari hatinya. Putri menjalani hari–harinya dengan penuh semangat, Putri ingin membuktikan pada Vino bahwa ia bisa menjadi yang terbaik disekolahnya.
             
      Setiap sehabis keindahan yang ada di perjalanannya kali ini, Putri selalu menggambarkan suasanana hatinya melalui lukisan pelangi, karena dengan Putri melukis pelangi ia merasa kehadiran Vino disampingnya.
     
       Detik-detik kelulusan pun sudah sampai dibenak Putri. Hampir setiap hari ia tak lepas dari usahanya mendapat nilai terbaik di sekolahnya. Namun usahanya tidak sia-sia Putri berhasil menjadi lulusan denagn nilai terbaik disekolahnya.
    
       Sepekan setelah kelulusannya Putripun meniatkan dirinya untuk pergi ke negeri paman sam,Amerika serikat untuk memberitahukan keberhasilannya kepada Vino.

    Namun sebelum keberangkatannya Putri menerima kiriman undangan pernikahan, dengan penuh penasaran ia membuka undangan tersebut. Seakan suasana bahagia berubah menjadi tangisan hati Putri, karena ternyata undangan pernikahan itu dari Vino.

***

            Hari ini adalah hari bahagia Vino tapi tidak untuk Putri, Seakan Putri menyadari bahwa keindahan Pelangi tidak akan pernah  hadir ditengah-tengah indahnya sunset. Walau hatinya meronta dan hancur Putri tetap memberikan selamat bahagia kepada Vino dan pasangannya, Putri juga memberikan sebuah hadiah berupa lukisan sepasang insan yang sedang bergandengan tangan sambil menatap pelangi yang tak berwarna diatasnya dan diselipkannya sepucuk puisi indah ungkapan isi hatinya selama ini.

Untuk pelangiku yang kini tak berwarna...

Saat cahaya matahari redup 
dan awan mendung yang menyelimuti suasana pagi kala itu,
 seakan hujan turun
 dan menghadirkan pelangi nan indah di akhir rintikannya.
Pelangi itu begitu indah, 
selalu memberikan warna disetiap garis lengkungannya.
Namun, kini pelangi itu tak lagi berwarna, 
seakan warna itu hilang begitu saja dengan hadirnya sunset yang lebih indah.

 

***

Minggu, 16 Februari 2014

Selamat Tinggal Cinta Pertama

Hari yang berbeda dan tak lagi sama –egharhiyanti

            Suasana di pagi ini seperti mengingatkanku kembali di 3 tahun yang lalu. Saat aku masih sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, masih tak mengerti apa itucinta. Dia adalah seorang kakak kelas ku saat aku masih duduk di Sekolah Menengah Pertama; SMP, memiliki kulit putih, hidung mancung, rambut yang dengan seringnya ia kebaskan yang seringkali berhasil mencuri perhatianku, bibir yang berwarna pink, memiliki hobby bermain futsal;aku suka, iya. Diam-diam aku menyukainya, diam-diam aku mencintainya. Dia begitu berhasil membuatku jatuh cinta padanya. Aura pesonanya mampu membuat kaum hawa terpikat padanya.     
     
             Selama 1 tahun lamanya aku bersekolah disana, aku tak pernah mengetahui namanya, tak pernah mengatahui latar belakang kepribadiannya. Sulit bagiku untuk mengetahui semua yang ada pada dirinya. Aku dengan diriku yang sedikit pendiam dan dia dengan dirinya yang sangat dikenal di sekolah dengan ketampanan wajahnya.  Teman-temanku, kakak kelasku, banyak sekali yang menyukai dirinya. Ku pendam perasaan itu sampai suatu ketika aku dapat mengetahui namanya; Andi. Ternyata nama itulah yang sering aku dengar ketika sedang lewat depan kelasnya. Dan ternyata itu adalah namanya. Senang, iya hati ku merasa senang saat bisa mengetahui namanya. Nama yang begitu indah seperti wajahnya yang sangat tampan itu dan berhasil membuatku jatuh cinta padanya. Tapi kesenangan itu tak bertahan lama saat aku mengetahui bahwa dirinya sudah memiliki pasangan. Cantik, berketurunan Arab, eksis di sekolah, dan seringkali ditakuti oleh adik kelas. Naila, itulah nama kakak kelasku yang dengan bangganya ia telah mendapatkan Andi sepenuh hatinya. Sakit, iri, dengaki.Ya tuhan mengapa aku menjadi seperti ini? Seperti orang yang tak memiliki agama; nauzubillahminzalik.

            Aku mencoba untuk menghilangkan perasaanku untuknya, aku sadar bahwa aku hanyalah seorang adik kelasnya tanpa ia ketahui perasaanku. Hari demi hari ku lewati di sekolah itu, sekolah yang memiliki warna gedung hijau yang dihiasi dengan pepohonan teduh. 

             Kujalani kehidupan ku seperti biasa lagi bersama sahabat-sahabatku tentunya, yang mampu membangkitkan aku dari segala keterpurukan. Bersama keluargaku juga yang rutin membimbingku. Dan dengan dia, yang mampu membuatku sabar untuk memendam dan akhirnya perasaan itu harus ku lepaskan. Hey! Hal bodoh apa yang aku lakukan? Aku tak punya hak atasnya, tak penting sekali jika aku memikirkannya.Saat ia telah lulus dan kami berbeda sekolah, aku mulai terbiasa dengan kesendirian. Kesendirian ini bukan berarti tak ada seorang pun yang dekat denganku, hanya saja aku lebih memilih hanya sekedar dekat sebagai teman. Menghabiskan waktuku bersama sahabat-sahabatku; Twelven. Berbagi cerita, canda, tawa, bahkan tangis dan luka aku rasakan bersama sahabat-sahabatku. Mereka sangat tak perduli dengan status ataupun latar belakang diantara kami. Tiga tahun lamanya aku telah bersahabat baik dengan mereka. Membuat ku lupa apa itu cinta, membuat ku lupa apa itu rasa sakit dikhianati oleh pria. Ya, mereka berhasil telah membuatku lupa akan segala tentang cinta. Terima kasih, Twelven.

            Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun aku lewati bersama sahabat-sahabatku yang selalu setia menemaniku. Ketika sedang asik bermain dengan sahabt-sahabatku tiba-tiba lelaki tampan nan baik yang sempat aku sukai menyapa aku lewat pesan singkat; BBM. Terpaku diam, tak menyangka bahwa hal itu akan terjadi, aku sangat kaget, ya sangat- sangat kaget saat melihat led handphone ku menyala dan ada pesan darinya. Rasanya itu seperti sedang naik jetcoster dan ketika sampai puncaknya tak berharap untuk turun. Aku dan dia berkenalan seperti seseorang yang belum kenal sama sekali padahal aku telah mengenalnya terlebih dahulu. Perkenalan itu singkat tetapi membuat perasaan yang dulu sempat aku pendam dan aku relakan kini kembali lagi. Percakapan aku dengannya sangat panjang, apapun yang ia rasakan ia ceritakan kepadaku, begitu juga denganku. Bertukar cerita setiap harinya, saling menjaga, dan ia membuatku nyaman akan kehadirannya. Ternyata orang yang selama ini aku kira sombong ternyata tidak. Ia sangat baik, perhatian-perhatian kecil yang selalu ia berikan membuatku menjadi tambah mencintainya.Tiga bulan lamanya aku dekat dengannya tanpa status yang entah aku ketahui. Saling mengucapkan cinta, kasih, sayang tetapi tidak jelas, tak ada status apapun diantara kami. Sakit ku bermula saat ia memasang status nama wanita lain di salah satu social media yang biasa kami melakukan percakapan; BBM. Hati aku merasa seperti terpuruk di tengah lautan terdalam, terhempaskan dengan ombak-ombak yang membuatku tenggelam didalamnya.

“Siapa nama perempuan yang ada di status mu?”
“Teman”
“Hanya teman? Atau itu pacar mu?”
“Aku gak jadian, aku cuma deket dia juga belum bisa kalau harus pacaran jarak jauh.”
Rumahnya memang sangat jauh, terletak di luar Jakarta. Tetapi ia bersekolah di Jakarta. Dengan semangatnya ia tetap bersekolah di jakarta walaupun jarak dari rumah ke sekolahnya lumayan jauh. Setelah mendengar penjelasannya, hati ku luluh. Aku memaafkannya dan kembali seperti biasa seperti hal itu tak pernah terjadi sebelumnya. Aku sadar aku tak ada hak untuknya. Siapa diriku dan apa hak ku untuk cemburu? Sial, aku melakukan hal bodoh lagi.          

            Selang beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi, ia bertanya tentang perasaanku, dan aku menjawab sesuai dengan apa yang aku rasa. Saat aku bertanya tentang perasaannya. Ternyata perasaanya tak sama dengan apa yang aku rasakan.
“Sejujurnya, aku lagi deket sama 5 cewek, tapi yang ngingetin aku sholat Cuma 1 yaitu kamu. Disitu aku ngerasa beda”
Hey! Tak pernahkah kau berpikir sebelum menagatakn hal itu? Kata-kata yang sedikit padat tetapi sanagat jelas, iya jelas menyakitiku kembali. Aku diam tak tahu apa yang harus ku lakukan lagi, merasakan sakit yang melebihi sakit sebelumnya. Aku hanya dekat denganmu tetapi kau dekat dengan banyak wanita? Dimana letak hatimu sesungguhnya? Aku mencoba sabar, karna aku sadar aku bukan siapa-siapa dia. Aku tidak punya hak lebih atasnya.         

“Yaampun di, aku gak nyangka. Tapi ya itu terserah kamu karna aku bukan siapa-siapa kamu dan aku gak punya hak. Kamu berhak dekat dengan siapa saja sesukamu.”        
“Maaf, aku cuma ingin lebih seleksi. Karena aku nggak mau ngerasain apa yang aku rasain sebelumnya. Ngerti kan?”
Aku mencoba mengerti. Iya aku mengerti bahwa yang harus aku lakukan hanyalah bersabar. Cintaku seperti kepakan burung merpati yang berusaha terbang tetapi tak pernah berhasil karena hanya satu sayap yang hidup; bertepuk sebelah tangan.   
      
            Teriknya sinar mentari di siang hari, sangat menyengat kepalaku saat aku berjalan di salah satu terminal di Jakarta tidak mematahkan niatku yang ingin bermain dirumah salah satu temanku. Dari pagi hingga saat itu aku habiskan waktuku lewat pesan singkat dengannya; Andi. Sesampainya di rumah temanku-Tiva. Aku merasa aneh karena ada hal yang tak biasa Andi lakukan, ia meniggalkan pesan singkatku, ia mengabaikan pesan singkatku. Tiba-tiba saat melihat recent updates, dia mengganti display picture-nya dengan foto seorang gadis berhijab yang cantik.
“Dp nya Andi? Itukan  Cika teman smp aku. Mereka balikan?” Tiva menyerocos saat melihat hanphone genggamku yang tiba-tiba jatuh.

            Aku diam tak berkata apapun dan langsung meneteskan air mata ku. Butir demi butih yang kujatuhkan dipipiku semakin deras. Hati ku merasa tersakiti, sakit yang sangat dalam yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Tak sanggup lagi bagiku untuk menahan sakitnya setelah beberapa kali ia sakiti. Aku kecewa, aku telah mempercayainya tetapi kepercayaan itu dibalas dengan dusta. Dengan kuatku aku bertanya,
“Ini Andi atau Cika?”        
“Enggak put, ini aku andi. Maaf ya put selama ini aku bohongin diri aku sendiri termasuk kamu, aku sadar aku ngaku aku belum bisa lepas dari bayang-bayang cika puttt, tapi aku nggak balikan sama dia.”

            Kata-kata itu, ucapan itu telah berhasil menggoreskan luka dihatiku. Sakitnya seperti tancapan benda tajam yang tak bisa terlepas. Aku berpikir dan terus berpikir sampai saatnya aku bertanya pada diriku. Siapa aku? Apa yang aku rasakan? Mengapa aku seperti ini, menangisi seorang pria yang tak pernah menghargai perasaanku? Aku merasa seperti boneka yang ia permainkan. Apa lelaki memang seperti itu? Pada awalnya membuatku terbang sehingga menggapai bintang, namun akhirnya saat aku ingin menggapainya, ia kembali menghempaskanku ke dasar samudera terdalam. Harapanku pupus, ia sudah tak bisa aku dapatkan. Tak ada lagi hubungan komunikasi antara aku dengannya. Seperti seorang yang tak lagi kenal.  
     
              Tepat seminggu setelah kepergiannya, ia kembali menghubingiku. Ia membuatku bingung. Apa yang harus kulakukan lagi? Melayani pesan singkatmu dengan begitu romantisnya tetapi kau abaikan begitu saja? Kesakitan apa lagi yang akan kau berikan untukku? Tanyaku dalam diam. Tetapi hati ini selalu saja luluh ketika beberapa kata-kata manis ia keluarkan kembali. Sampai akhirnya aku bertemu dengannya aku merasakan mozaik yang berbeda. Hati ku berdebar dengan kencang saat bertemu dengannya. Walau hanya sekedar menemaninya futsal tetapi aku senang karna bisa bersamanya.         
  “Di, bersamamu lebih lama adalah hal yang telah lama ku nanti selain senja:’)”

            Aku semakin gila dibuatnya, perasaanku menjadi bertambah untuknya. Tak ada lagi pria lain selain dia dihatiku. Hatiku sudah penuh dengan dirinya. Hampir 90% hatiku penuh dengan hal apapun tentang dirinya. Saat sedang menemaninya futsal, tenyata dia sparing dengan kakak kelasku di sekolah, aku merasa kaget karena banyak sekali kakak kelasku yng perempuan disana. Bagaimana tidak panik saat sekolahmu bertanding dengan sekolah seseorang yang dekat denganmu? Bingung harus men-support siapa.     
  
            Tetapi  kedekatan ku dengannya tak bertahan lama, hanya hampir tiga bulan aku dekat dengannya. Tiba-tiba ia menghilang tanpa sepatah kata apapun yang iya ucapkan kepadaku. Hatiku kembali merasakan sakit hati untuk yang kesekian kalinya. Tanpa ada kata maaf, iya menginggalkanku begitu saja. Dan ternyata ia telah memilki wanita baru. Dan wanita itu ialah seseorang yang sering kulihat dia sedang berjalan berdua saat pulang sekolah. Setiap kali ku tanyakan tentang wanita itu, dia hanya berkata “Dia hanya teman ku, gak lebih. Semuanya sama put”. Dan ternyata, kini ialah pemilik hatinya. Ia berbohong (lagi), mungkin aku hanya seseorang yang tak berarti dimatanya, namun lihatlah hati ini, seperapa basahnya luka yang ada disini yang tak kunjung kering. Sakitku tak bisa lagi terungkapkan seperti apa. Luka itu sudah terlalu dalam, terlalu perih, dan sangat sakit untuk diobati. Perasaanku begitu absurd, hari-hariku menjadi gelap tak ada lagi cahaya yang menerangi hariku, tak ada lagi warna di kehidupanku. Hari yang berbeda dan tak lagi sama. Perasaan ini seperti mencengkam di benakku. Hidupku hampa saat kepergiannya.

            Aku mencoba menjalani hari-hari ku seperti biasa lagi dan lagi. Tanpa adanya pesan singkat darinya, perhatian-perhatian kecilnya, dan apapun tentangnya. Aku mencoba membiasakan diri tanpanya. Sunyi, sepi, sendiri itulah yang selalu aku rasakan. 

            Di malam yang sangat dingin, aku bersama sahabat-sahabatku sedang menuangkan rasa kesedihan kami. Kami melakaukan hyal yang tak sewajarnya kami lakukan. Mencoba meminum-minuman keras, merokok, dan kami tergeletak dengan semua kekesalan itu. Tak punya cukup daya untuk sadar dari semuanya. Dan tiba-tiba handphone ku berbunyi dan ada 1 pesan singkat, ternyata dari “Andi” orang itu selalu saja menghampiriku saat aku telah mencoba melupakannya. Ia kembali menghubungiku, bertanya-tanya tentang kondisi ku. 

            Keesokan harinya, saat aku sedang menjalani masa-masa Prakerin, ia mengajakku untuk menemaninya futsal sore nanti. Aku bingung, jam kerja ku baru akan selsai sore, bagaimana sempat aku untuk datang ke pertandingan futsalnya. Dengan segala daya yang masih tersimpan di hatiku, aku memberanikan diri dan mnyempatkan diri untuk datang kesana. Sepulang Prakerin aku menghampiri tempat ia bertanding, dan ternyata pertandingan itu telah usai. Kulihat dia sedang berjalan keluar dari lapangan membawa sebuah tas. Aku menghampirinya.

“Eh, kirain nggak jadi datang” Ucap Andi dengan penuh kelelahan diwajahnya, dengan keringat yang bercucurang diwajahnya.
“Jadilah, apa sih yang nggak buat kamu ndi” Jawabku.
“Yaudah yuk kesana aja” Andi menunjuk sebuah kantin yang disampingnya terdapa meja billiard.
 Aku duduk desebuah bangku panjang bersebelahan dengan dirinya. Aku agak menjaga jarak, karena aku tak kuat denganasap rokok yang sesekali ia hembuskan di depan hadapanku.
“Kenapa kamu tidak mengajak pacarmu saja?” Aku mencoba memulai pembicaraan
“Aku sudah putus”
“Loh kenapa? Berapa bulan sama dia?”
“Hhh nggak tau, aku hanya HTS-an sama dia”
Aku berpikir dan terus berpikir. Sempat aku melihat contact profil dia di bbm saat ia masih pacaran dengan mantan yang baru saja putus ini, dia statusnya yang sudah sangat fix bahwa ia akan terus bersama wanita itu. Tapi nyatanya ia hanya menganggap hubungannya HTS. Apa itulah dia? Tak pernah menganggap status pacaran itu ada? Aku masih memikirkan perkataan ia tadi.
“Kenapa bengong gitu? Kamu mau minum nggak? Tanya Andi yang sedari tadi ternyata memperhatikanku.
“Hah? Nggak usah, aku bisa beli sendiri kok” Jawabku sambil tersenyum palsu.
Hari sudah terlalu sore, dan kami memutuskan untuk pulang.  Selama diperjalanan ia tak berhenti menceritakan hari-harinya selama tanpaku. Aku menanggapinya seolah aku mengerti, padahal aku hanya memperhatikan keseruan mimik mukanya saat bercerita.

            Hari demi hari aku lewati bersamanya, walau hanya sebatas lewat pesan singkat tapi itu sudah memasok  energy ku. Semangatku kembali lagi setelah kehadirannya. Seperti ada mesin waktu yang memutar. Percakapanku dengannya dan apapun tentang kebersamaanku dengannya kini kembali lagi. Dan lagi lagi ia menanyakan tentang perasaanku.
“Aku peka, tapi lebih baik gini kayaknya. Bisa dekat tapi nggak terikat. Kamu terlalu baik buat aku”  Balas Andi.
“Hmm, tapikan. Iyaiya aku ngerti kok hehe”
“Tapi apa?”
“Tapi semua itu karena aku udah terlalu nyaman sama kamu. Entah kenapa aku sayang sama kamu. Aku tahu, kamu sempat memilih pergi dan memiliki wanita lain. Tapi selama rentan waktu itu aku masih stuck di kamu, aku nggak punya cukup daya untuk ngelupain kamu. Tapi sekarang aku ngerti kalau kamu lebih mau kita hanya dekat tanpa ikatan. Mungkin dengan kayak gitu, nggak akan ada yang tersakiti."
“Bukan salah satu harus sakit put, intinya ya kita nggak terikat jadi sama-sama bebas main. Udah gitu kalo gini kan nggak ada putusnya.”

            Aku mencoba mengerti apapun yang ia katakan. Dia selalu bercerita tentang masa lalunya. Ia ingin sekali dapat kembali dengan mantannya-Cika. Dia menyesali perbuatannya yang telah menyakiti hati Cika, selama rentan waktu berpisah darinya ia selalu merasa ada sesuatu yang hilang. Banyak sekali yang ia ceritakan kepadaku. Aku yang dia anggap sebagai teman dekatnya ikut mensupport agar ia bisa balik dengan mantan kekasihnya. Padahal saat bicara seperti itu hatiku penuh dengan kehancuran, hati ini harus berperang dulu sebelum mengatakan itu semua. Disakiti berkali-kali dan berulang-ulang kali tema dari semua itu. Beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi, dia kembali menghilang. Pergi entah kemana, tak ada kabar, dan tak ada sedikitpun ucapan selamat tinggal. Aku seperti kehilangan arah, hatiku gundah. Dan tiba-tiba aku mendengar kabar tentangnya. Ternyata kabar itu tak sebaik yang aku kira, ternyata ia telah berhasil membuat Cika kembali padanya. Ia balikan dengan mantannya. Kata-kata kebahagiaan yang selalu ia tuangkan di media socialnya tanpa ia pikirkan bagaimana perasaanku saat melihat kata-kata itu.

 “Tuhan, aku tidak kuat dengan ini semua. Kata-kata itu terlalu magis dalam benakku. Sosoknya terlalu berarti dimataku. Namanya telah terukir jelas dihatiku tetapi ia menghancurkannya. Bantu aku tuhan untuk menghilangkan perasaan ini” Batinku berbicara dan langsung meneteskan air mata ini tetes demi tetes terurai melewati pipi. 

            Ditengah-tengah buku yang bertumpukan dan kertas yang berantakan aku menulis ini. Dengan tetesan air mata dan kenangan yang membantuku dalam penulisan ini. Kini, aku akan berusaha untuk melupakannya, membiasakan diri tanpanya. Sudah cukup 6 bulan kedekatanku dengannya tanpa setitik kejelasan apapun, tanpa status apapun tetapi terus disakiti dan aku masih bersabar. Aku merasa bodoh, selalu memperjuangkanmu yang jelas-jelas tak ingin diperjuangkan oleh ku. Mungkin bersama dia-kekasih barumu- kau akan bisa lebih bahagia. Dan tak ada lagi seseorang yang selalu membuatmu merasa kesal karena sikapnya.

Untuk seseorang yang sempat dekat denganku-Andi
Terima kasih untuk selama ini, terima kasih telah mengajariku kesabaran yang sesungguhnya, cinta yang sebenarnya.
Maaf jika aku hanya menjadi pengganggu di kehidupanmu.
Aku hanya seorang wanita yang ingin merasakan jatuh cinta dan di cintai.

Selamat tinggal, cinta pertama:”)