Selasa, 11 November 2014

Setangkai Mawar Penuh Luka



            Kringggg.... begitulah suara jam bekerku yang selalu menyala ketika pukul 4.45 WIB  suaranya selalu beriringan dengan suara adzan subuh di Masjid dekat rumahku. Mataku masih terlihat sangat mengantuk, nyawaku pun belum sempurna karena masih terbawa mimpi, saat ku nyalahkan handphone-ku disana tertera sebuah catatan kecil hari ini. Buru-buru aku meninggalkan tempat tidurku dan langsung menuju ke kamar mandi. Aku lupa bahwa hari ini adalah  hari pertamaku untuk kembali kesekolah. Ketika semuanya sudah rapih, aku langsung bergegas menuju ke sekolah dan tak lupa untuk pamit kepada kedua orang tuaku. Suasana di jalanan sangat ramai, banyak sekali anak sekolah yang sibuk membenarkan pakaiannya dijalan, ada yang kebut-kebutan dengan kendaraan mereka, dan ada pula yang berdiri panik menunggu bus yang menuju ataupun melewati sekolah mereka. Tetapi berbeda denganku yang sangat tak semangat untuk pergi ke sekolah. Seperti ada yang hilang didiriku, tak ada lagi seseorang yang selalu terpampang namanya di layar handphone-ku dengan ucapan selamat pagi disertai emot titik dua bintang di akhir kalimatnya. Untuk mengendarai motorku pun aku tak punya daya. Aku berjalan sangat pelan walaupun jam ditanganku sudah menunjukan pukul 06.25 WIB.
            Sesampainya diparkiran, buru-buru aku berjalan menuju ke sekolah, dengan jarak yang agak lumayan jauh dari sekolah, kegiatan lari-lari ini berhasil membuat tetes demi tetes keringat di wajahku mengalir melewati pipi. Dan... BINGO! Gerbang sekolah belum tertutup. Syukurlah, mungkin dewi fortuna sedang bersamaku. Dengan wajah yang bercucuran keringat aku langsung bergegas memasuki kelasku dan beristirahat disana untuk sesaat. Dan kini kuperkenalkan, namaku Alya Pricillia, saat ini aku menduduki kelas 12 IPA 2 di SMA Harapan Bangsa yang terletak di daerah Tangerang, sekolah yang siswanya lumayan mengasyikan bagiku, tetapi tidak untuk hal cinta. Aku dikenal sebagai siswi yang sangat tidak bisa diam disekolah, yang menjadikan teman-temanku merubah namaku menjadi Alya Pecicilan. Sebutan itu tak asing lagi ku dengar lewat teman-temanku maupun guru-guru yang sudah sangat mengenalku. Seringkali aku dipanggil Miss Galau karena tulisanku di media social yang selalu menceritakan tentang hati perempuan yang disakiti, tanpa mereka sadari tokoh yang mereka tangisi adalah aku, jariku selalu melantunkan apa yang ada dihatiku saat pikiran dan hati ini sedang dalam hebatnya merasa keterpurukan, yang saat ini sedang aku rasakan.
            “Al, ayuk ke lapangan ada apel pagi. Biasa deh hari pertama sekolah jadi seperti ini” Ucap Fara membangunkanku sambil menarik-narik tanganku.
            “Duh... Iya Far, sabar dikit, aku mau ambil topiku dulu di tas” Jawabku sambil merapihkan pakaianku.
            “Yaudah, gerak cepat jangan lama-lama nanti bisa-bisa kita mendapati barisan paling belakang” Balas Fara dengan nada agak sedikit membentak kesal melihatku terlalu santai.
            Benar saja, aku dan Fara mendapat barisan yang paling belakang di barisan kelasku. Tiba-tiba segerombolan siswa IPS 2 datang memenuhi barisan paling belakang kelas mereka. Aku menunduk, tak sedikitpun aku ingin melihat wajah seorang lelaki yang telah memberikan goresan luka dalam yang sangat perih dihati ini. Saat apel sedang berjalan, tak sengaja aku menengok ke arah belakang karena posisiku sangat tak nyaman, aku melihat seorang lelaki yang tak asing bagi mata dan hatiku –Raditya Al Ghiffari, sekejap aku terdiam dan langsung kembali mengarahkan pandangan mataku ke mimbar pembina apel yang sedang memberikan sebuah pengumuman.
            “Al, hari ini Radit ganteng banget, senyumnya manis banget sumpah. Kamu harus liat!” Ucap Fara yang sedang memperhatikan Radit.
            “Iya Far, aku tahu. Tapi yaudahlah, mendengar namanya saja sudah membuat hatiku sakit apalagi melihat wajahnya” Balasku dengan nada yang sedikit memelas.
            Apel hari ini telah selesai, dengan wajah yang dipenuhi keringat, Fara dan Ana langsung menarikku menuju kelas. Mereka memberikan kabar bahwa Radit telah memiliki pasangan baru, seorang sahabatku sejak pertama kali aku duduk di bangku SMA –Kinanti. Berita itu sudah tak lagi membuatku kaget, karena aku telah mengetahuinya sejak awal. Satu per satu teman-teman kelasku memberikan berita yang sama. Cukup bagiku untuk menanggapinya dengan kalimat “Sudah biarkanlah mereka bahagia bersama” walau sebenarnya satu persatu dari mereka yang memberikan berita itu membuat hatiku tergores sedikit demi sedikit, tapi aku berusaha untuk kuat dan menganggap semuanya baik-baik saja.
***
            “Al, kamu lagi dimana? Mau menemaniku ke Taman Citra untuk melihat sebuah acara kecil yang rutin diadakan disana?” Tiba-tiba Farhan mengirimkan sebuah pesan singkat melalui BBM.
            “Aku lagi di Supermall Lippo Karawaci, han. Jam berapa?” Balasku yang sedang asyik berbelanja disana.
            “Jam 8 malam nanti aku jemput kamu, gimana?”
            “Hmm, oke” Balasku singkat.
            “Okedeh, nanti aku kabarin kamu lagi, ya.” Balasnya, dan aku hanya membacanya tanpa membalas pesannya.
            Sudah hampir setengah jam terlewati aku menunggu Farhan diteras rumahku. Tiba-tiba kulihat mobil jazz berwarna merah dan membunyikan klakson-nya kearah rumahku. Aku langsung bergegas mengambil tasku yang berada di meja dan pamit kepada kedua orang tuaku. Farhan Ramadhan itulah nama aslinya, ia adalah temanku sejak kecil saat aku masih tinggal di sebuah perumahan yang berada di Jakarta. Kini rumahku di terletak di Tangerang sedangkan rumahnya kini terletak di Bintaro, jarak rumah kami pun jauh tapi tak menghambat kami untuk tetap berkomunikasi dan bertemu. Kali ini aku diajaknya ke Taman Citra, taman yang biasa kami kunjungi saat ada pameran seni. Suasana disana sangat ramai, ada banyak Grup Band yang bergantian menempati panggung acara. Ditengah-tengah berjalannya acara tersebut, aku dan Farhan meninggalkan tempat duduk kami dan berjalan menuju kesebuah kursi taman yang terletak dekat dengan barisan para pelukis yang sedang melantunkan kuasnya kesebuah kanvas putih. Farhan mengambil sebuah buku sketsa yang ada didalam tasnya dan aku mengambil sebuah buku catatan tulisanku. Kami mulai menuangkan semua yang ada dipikirian kami melalui sebuah peralatan yang telah kami ambil dari tas. Kami berlomba-lomba untuk menyelesaikan hasil karya kami.
            “Yeay! Aku sudah selesai. Hai pelukis hati, apakah karyamu sudah selesai?” Aku memulai pembicaraan saat karyaku telah selesai dan mencoba merayu Farhan dengan rayuan yang terlihat meledek.
            “Oh, ternyata penulis galau sudah lebih jago dari aku, ya. Wait ya, segaris lengkungan kecil akan menyempurnakan lukisanku” Balas Farhan tak mau kalah.
            Kami saling menutup mata dan memberikan hasil karya kami. Satu... dua... dan hitungan ketiga kami membuka mata kami dan melihat hasil karya yang telah ditukar diantara kami sebelumnya. Kulihat Farhan melukiskan diriku yang sedang duduk dibangku taman dengan pose yang sibuk menulis dan aku menulis sebuah puisi kecil yang menceritakan tentang Farhan saat dia sedang melukis tadi. Kami bertanya kepada salah satu pasangan yang ada disitu dan Well... lagi-lagi si pelukis hati ini menang dan berarti aku yang harus mentraktirnya makan.
Langit semakin terlihat gelap, cahaya bulan semakin bersinar memancarkan cahayanya ke bumi ditemani dengan beberapa bintang yang ada disekitarnya. Setelah aku dan Farhan selesai makan, kami memutuskan untuk kembali kerumah. Selama di perjalanan kami saling berbagi cerita dan canda. Dan yang tak pernah kami lupakan adalah tentang cinta. Kami saling berbagi cerita cinta yang kami alami. Aku menceritakan tentang kandasnya hubunganku dengan Radit. Tetes demi tetes air mataku mengalir membasahi pipi.
“Sudah al, jangan terlalu larut dalam kesedihan. Dimana diri kamu yang dulu, yang selalu melepaskan tawa bahagiamu, yang tak pernah meneteskan air mata hanya karena cinta? Jangan hanya karena dia kamu jadi berubah seperti ini al, jangan terlalu terpuruk. Lupakanlah dia, hilangkanlah perasaan itu sedikit demi sedikit.” Ucap Farhan menenangkanku sambil menghapus air mataku yang terus mengalir dipipi.
“Aku nyesel han, kenapa aku nggak bisa jadi perempuan pendiam yang ia inginkan.” Jawabku gemetar memeluk boneka favorite-ku hello kitty yang selalu tersimpan didalam jazz merah milik Farhan.
“Itu masalah sepele, al. Kalau rasa sayang dia beneran tulus ke kamu, harusnya dia bisa menerima kamu apa adanya, termasuk sifat pecicilan dan kekanak-kanakan yang sudah melekat didiri kamu itu.” Balas Farhan menenangiku.
“Aku masih belum bisa menerima, kenapa kenyataan yang aku terima ini begitu buruk. Radit terlalu susah untuk aku lupain, han. Apalagi sekarang dia udah pacaran dengan Kinanti, teman aku sendiri.”
“Yaudahlah al, kan kamu juga baru beberapa hari sama Radit. Berjalanannya waktu pasti kamu bisa ngelupain dia. Yakin, al”
Perjalanan masih sangat jauh, aku termenung memandangi ramainya jalanan kala itu. Tiba-tiba kulihat seorang pasangan mesra menaiki motor Ninja berwarna merah. Jantungku berdetak tak teratur, seperti ada hal yang aneh. Kupandangi mereka sampai akhirnya mereka menyadari pandanganku dari jendela mobil yang dibuka, mereka menengok ke arahku dan tenyata itu Radit dan Kinanti. Sungguh hatiku sakit, seakan jantungku berhenti untuk sesaat. Pipiku kembali basah diselimuti air mata yang tak hentinya mengalir begitu saja.
“Loh, kamu kenapa al? Kenapa tiba-tiba nangis seperti ini? Baru saja air mata mu berhenti mengalir” Ucap Farhan kaget melihatku yang tiba-tiba menangis.
“Itu...” Tanganku menunjuk kearah luar jendela mobil, tepatnya pada Radit dan Kinanti.
Belum sempat Farhan melihat mereka, Radit langsung menaikan gas motornya dan melaju sangat kencang. Entah kesalahan apa yang pernah ku perbuat kepada orang lain, sehingga aku merasa sesakit ini. Dan hari ini adalah hari terburuk yang pernah kulewati.
“Al, sudah sampai rumahmu nih” Ucap Farhan sambil menyadarkanku dari tatapan kosong.
“Oh, iya, terima kasih ya han untuk malam ini. Aku duluan, ya. Bye” Balasku langsung bergegas keluar dari jazz merah milik Farhan.
“Okey, terima kasih juga. Bye. Salam buat mama dan papa mu ya, al” Jawab Farhan langsung menjalankan mobilnya.
***
Sinar mentari hari ini begitu cerah, rumput-rumput bergoyang dengan luesnya, bunga-bunga dan dedaunan menari-nari mengeluarkan udara yang sejuk di pagi ini. Aku masih termenung diam menatapi sebatang bunga mawar merah yang kini sudah mulai kehitaman pemberian Raditya yang pernah ia berikan saat pertama kali ia menyatakan cintanya kepadaku ditengah lapangan sekolah yang saat itu sedang diguyur hujan rintik-rintik. Ia menyatakan cintanya melalui sebatang bunga mawar merah dan rangkaian bunga yang dipegang oleh beberapa siswa dilantai dua dan tiga yang membentuk tulisan I Love U dan selembar banner ukuran besar yang tertuliskan Would you like to be my princess, Alya?. Mengingat hal itu membuatku semakin sulit untuk melupakannya, kenangan bersamanya begitu berarti untukku walau hanya beberapa saat aku menjalin hubungan dengannnya. Setahun lamanya kedekatanku dengannya, aku membuat begitu banyak kenangan bersama dirinya walau saat itu kami hanya sebatas teman tapi mesra. Tetapi, kedekatan itu hanya terjawab dua puluh sembilan hari menjalin hubungan dengan status ‘berpacaran’ bersamanya. Ia memutuskanku satu hari sebelum hubungan kami berlangsung satu bulan. Saat itu dia tidak memberiku kabar sama sekali.
Jum’at, 8 Juli 2011 Pk: 08.12
     Selamat pagi, kesayangannya princess alya. Adzan subuh sudah berkumandang tuh. Jangan lupa sholat subuh ya. Happy Friday, sayang. Semoga hari ini kita diberi keberkahan. AamiinJ
To: Raditya                                     Message delivered
                     Pk: 12.25
     Daritadi aku telpon kamu kok mailbox terus ya? Hp kamu mati? Atau kamu belum bangun juga? Yaudah nggak apa-apa, aku tunggu kabarmu ya. Love you, my prince. Jangan lupa menjalankan kewajibanmu sebagai muslim ya :)
To: Raditya                                     Messege delivered

     Aku terus menghubunginya, dan tak ada satu pun tanggapan darinya. Awalnya aku merasa biasa saja, seolah ini hanyalah kekhawatiranku yang terlalu berlebihan. Tetapi hal ini terus terjadi selama dua hari, ia tidak memberiku kabar sedikit pun. Aku menyimpan beribu-ribu perasaan rindu yang selalu menggebu dihati. Menunggunya membalas perasaan rinduku ini dengan sebuah pesan singkat. Nyatanya, harapan yang ku inginkan darinya tak seindah kenyataan, entah dengan kesibukan apa dan dengan siapa sehingga dengan mudahnya secara perlahan ia  menghapus sosok ku dari hari-harinya. Kini, aku tak tahu siapa diriku baginya, kekasih, sahabat karib, teman bercerita, atau kawan bercumbu. Semakin hari hubunganku dengannya semakin tidak jelas. Pernah sekali saat tepat seminggu ia tak ada kabar, aku berniat untuk menemuinya dirumah. Ternyata rumahnya pun sepi, para tetangganya pun berkata kalau keluarganya sedang berlibur keluar kota sejak dua minggu lalu. Kakiku mulai melangkah menuju mobil berwarna pink yang ku kendarai. Aku masuk dan duduk termenung didalam mobil yang masih saja terparkir disamping rumah Radit, tiba-tiba mobil jazz warna merah dengan plat B 126 RAF berhenti tepat didepan rumah Radit. Pintu mobil si pengemudi terbuka dan ternyata itu adalah Radit! Lalu ia berlari pelan membuka pintu yang satunya dan keluarlah seorang perempuan berambut panjang di ombre yang diatas kepalanya terletak sebuah kacamata. Perempuan itu mengarahkan matanya ke arah mobilku, ku perhatikan tatapannya dari dalam mobilku, ia adalah Kinanti; sahabatku saat pertama kali aku duduk di SMA, dan entah kenapa ia langsung memeluk Radit yang kala itu sedang ingin memasuki mobil untuk dipindahkan ke dalam halaman depan rumahnya. Sungguh hatiku sakit saat itu, melihat seorang lelaki yang ku nantikan kehadirannya dihidupku kembali sedang berduaan dengan seorang sahabatku sendiri.
            Menginat hal itu, membuat air mataku semakin deras mengalir melewati pipiku. Setega itukah Radit dibelakangku? Mengapa aku menjadi sangat bodoh seperti ini, ia datang bermain berbagi kenyamanan lalu pergi dengan beribu kebohongan. Tetapi entah mengapa kenangan yang ia berikan membuatku tak sanggup  untuk melupakan semua hal tentangnya. –ucapku dalam batin.


Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar