Sabtu, 07 Februari 2015

Tanggal Tujuh di Bulan ke Tujuh



Pipi tirus, hidung mancung, dengan kulit setengah sawo matang, dan behel yang berwarna hijau kebiruan. Garis wajahmu masih sangat teringat di benak dan otakku. Kasih sayangmu masih kurasa hingga saat ini. Walau kamu sudah pergi dari jauh-jauh hari. Entah sudah orang keberapa yang kamu ambil hatinya, tapi disini aku masih belum bisa menggantikan sosokmu yang telah hilang dari hari-hariku. Mungkin perkenalan kita yang singkat membuat hubungan kita menjadi ikut singkat. Apakah ini yang dinamakan cinta instan? Yang hanya datang tiba-tiba dengan membawa segala ucapan cinta, mengajakku terbang melayang hingga ke bulan dan memberikan segala ketenangan serta kasih sayang yang ada disana, tetapi saat itu juga tiba-tiba kamu menghilang entah kemana lalu mendorongku hingga kuterjatuh kejurang yang terdalam. Tak ada seorangpun yang mengetahuinya. Nafasku terengah-engah, jantungku sekejap berhenti berdetak, dan tubuhku lemas tak karuan hingga tak berdaya. Inikah arti ucapan cinta dan tak mau kehilangan yang kau berikan kepadaku? Sungguh hatiku sakit.
Tidakkah kau sadar, disini ada aku yang selalu menyebutkan namamu dalam do’a, menggambarkan wajahmu di setiap halaman buku sketsaku, dan selalu memperhatikanmu dari kejauhan. Jarak, ya. Ini yang sedang ku pelajari disetiap hari-hariku. Kamu sudah menjaga jarak denganku yang entah seberapa jauh itu. Tetapi aku masih belum bisa menerima kenyataan yang ada. Aku masih belum bisa memberikan tambahan jarak dihatiku agar terlepas dari bayang-bayangmu. Mungkin kau hanya menganggapku perempuan yang terlalu berlebihan memberikan rasa, ya, kau bilang ini berlebihan. Seandainya kamu tahu bagaimana rasa sayang yang tiba-tiba menjadi benci yang kini telah kau berikan kepadaku. Kau ungkapkan rasa kekesalanmu kepadaku. Aku tahu, ini bukan sifatmu. Kamu tak akan menjadi seperti ini kepadaku jika tak ada seseorang yang menceritakan hal bodoh tentangku kepadamu. Aku hanya bisa diam. Seolah hal itu tak ku ketahui. Berpura-pura dengan segala kesakitan yang ada. Ya, berpura-pura memang sangat menyakitkan.
Luka ini belum sembuh. Masih dalam tahap pengobatan. Tetapi belum ada yang berhasil mengobatinya. Kau tahu? Segaris senyuman yang kau berikan pada saat beberapa hari lalu mampu membuat luka itu terobati walau hanya sedikit. Sapaanmu memberikan ketenangan dihatiku. Entah bagaimana dengan kamu. Aku rindu dengan sosokmu yang selalu menenangkan hari-hariku, memberikan semangat disetiap harinya, dan memberikan berjuta kasih sayang disetiap detiknya. Semangatku; kamu. Terkadang tiba-tiba aku terbayang akan bisikan manismu. Tapi apa yang bisa kulakuan? Aku hanya bisa terdiam, memerhatikanmu dari kejauhan. Kamu dengan pasangan barumu, dan aku dengan kenangan kita. Ah, mungkin bukan kita, tapi lebih tepatnya hanya aku dan bayangmu yang dulu.
            Ditengah kertas-kertas yang tertuliskan namamu dan tumpukan buku sketsa yang penuh dengan gambar wajahmu. Aku menulis ini. Ditemani lagu yang selalu kita putar saat sedang berdua serta kenangan yang tak hentinya membantuku menuangkan perasaan yang ada saat ini kedalam laptop yang selalu menemaniku. Ditanggal tujuh pada bulan ke tujuh ini, aku berhenti berharap, karena ku yakin luka dapat mendewasakanku. Dan dengan luka sesakit ini, aku berterima kasih. Aku menjadi lebih sering menuangkan karyaku, lebih banyak dari biasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar