Pipi tirus, hidung mancung, dengan kulit setengah sawo
matang, dan behel yang berwarna hijau kebiruan. Garis wajahmu masih sangat
teringat di benak dan otakku. Kasih sayangmu masih kurasa hingga saat ini.
Walau kamu sudah pergi dari jauh-jauh hari. Entah sudah orang keberapa yang kamu
ambil hatinya, tapi disini aku masih belum bisa menggantikan sosokmu yang telah
hilang dari hari-hariku. Mungkin perkenalan kita yang singkat membuat hubungan
kita menjadi ikut singkat. Apakah ini yang dinamakan cinta instan? Yang hanya
datang tiba-tiba dengan membawa segala ucapan cinta, mengajakku terbang
melayang hingga ke bulan dan memberikan segala ketenangan serta kasih sayang
yang ada disana, tetapi saat itu juga tiba-tiba kamu menghilang entah kemana
lalu mendorongku hingga kuterjatuh kejurang yang terdalam. Tak ada seorangpun
yang mengetahuinya. Nafasku terengah-engah, jantungku sekejap berhenti
berdetak, dan tubuhku lemas tak karuan hingga tak berdaya. Inikah arti ucapan
cinta dan tak mau kehilangan yang kau berikan kepadaku? Sungguh hatiku sakit.
Tidakkah kau sadar, disini ada aku yang selalu
menyebutkan namamu dalam do’a, menggambarkan wajahmu di setiap halaman buku
sketsaku, dan selalu memperhatikanmu dari kejauhan. Jarak, ya. Ini yang sedang
ku pelajari disetiap hari-hariku. Kamu sudah menjaga jarak denganku yang entah
seberapa jauh itu. Tetapi aku masih belum bisa menerima kenyataan yang ada. Aku
masih belum bisa memberikan tambahan jarak dihatiku agar terlepas dari
bayang-bayangmu. Mungkin kau hanya menganggapku perempuan yang terlalu
berlebihan memberikan rasa, ya, kau bilang ini berlebihan. Seandainya kamu tahu
bagaimana rasa sayang yang tiba-tiba menjadi benci yang kini telah kau berikan
kepadaku. Kau ungkapkan rasa kekesalanmu kepadaku. Aku tahu, ini bukan sifatmu.
Kamu tak akan menjadi seperti ini kepadaku jika tak ada seseorang yang
menceritakan hal bodoh tentangku kepadamu. Aku hanya bisa diam. Seolah hal itu
tak ku ketahui. Berpura-pura dengan segala kesakitan yang ada. Ya, berpura-pura
memang sangat menyakitkan.
Luka ini belum sembuh. Masih dalam tahap pengobatan.
Tetapi belum ada yang berhasil mengobatinya. Kau tahu? Segaris senyuman yang
kau berikan pada saat beberapa hari lalu mampu membuat luka itu terobati walau
hanya sedikit. Sapaanmu memberikan ketenangan dihatiku. Entah bagaimana dengan
kamu. Aku rindu dengan sosokmu yang selalu menenangkan hari-hariku, memberikan
semangat disetiap harinya, dan memberikan berjuta kasih sayang disetiap
detiknya. Semangatku; kamu. Terkadang tiba-tiba aku terbayang akan bisikan
manismu. Tapi apa yang bisa kulakuan? Aku hanya bisa terdiam, memerhatikanmu
dari kejauhan. Kamu dengan pasangan barumu, dan aku dengan kenangan kita. Ah,
mungkin bukan kita, tapi lebih tepatnya hanya aku dan bayangmu yang dulu.
Ditengah
kertas-kertas yang tertuliskan namamu dan tumpukan buku sketsa yang penuh
dengan gambar wajahmu. Aku menulis ini. Ditemani lagu yang selalu kita putar
saat sedang berdua serta kenangan yang tak hentinya membantuku menuangkan
perasaan yang ada saat ini kedalam laptop yang selalu menemaniku. Ditanggal
tujuh pada bulan ke tujuh ini, aku berhenti berharap, karena ku yakin luka
dapat mendewasakanku. Dan dengan luka sesakit ini, aku berterima kasih. Aku
menjadi lebih sering menuangkan karyaku, lebih banyak dari biasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar